ADA CELAH DI BALIK WABAH (11)






Sri Sugiastuti

Bu Kanjeng dalam masa Work from Home selalu tenang. Sudah bertumpuk ide yang bisa jadi tulisan. Benar apa yang dikatakan Much Khori dalam bukunya "SOS" ( Sapa Ora Sibuk) di halaman 7 dengan subjudul "Menulis, Manajemen Kesibukan) yang Intinya pembaca diminta bisa membagi waktu dengan baik. Salah satu cara ialah dengan mengelola kesibukan. Beliau memberi contoh beberapa tokoh yang super sibuk tetapi tetap eksis menulis. Ada Pak Dahlan Iskan, Ust Yusuf Mansur dan Much Khoiri tentunya yang bisa mengelola kesibukannya.

Bu Kanjeng mengamini pernyataan itu. Dengan bekal silaturahmi, membaca alam dan lingkungan atau jadi pendengar yang baik.  Semua itu bisa menjadi tabungan ide untuk bahan tulisan. Modal itu digunakan semaksimal mungkin dan menyediakan waktu untuk ketak ketikdi  tablet atau Latop jadulnya.

Hasil pengamatan Bu Kanjeng , ternyata ada celah di balik wabah. Benarkah? Tentu saja benar. Ini jadi satu gagasan untuk ditulis Bu Kanjeng. Celah itu menurut Bu Kanjeng bisa berupa rezeki, ilmu, kesehatan atau sesuatu yang diperlukan. Mereka yang bisa menangkap peluang itu adalah orang yang beruntung. Selain itu jangan heran, bila ada yang justru mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Kesempatan itu biasanya diambil oleh orang yang kreatif, kaya akan ide dan mau bergerak. Yang terpenting ia punya sense of business. Apa saja yang bisa dijual atau dibutuhkan di saat Dunia melawan Corona? Masker, empon-empon, hand sanitizer, dan pernak perniknya.

Bu Kanjeng pernah mengamati produk  minuman jahe merah saset isi 12 sebelumnya ada pandemi covid 19 di hargq 12 ribu. Sekarang melesat ada yang menjual 17.500 rupiah ada juga yang tembus dengan harga 20 ribu rupiah. Begitu juga harga masker melambung bahkan langka di apotik dan di pasaran. Tetapi di pasar online selalu ada penawaran. Konon larus manis. Itu bagian dari cara Allah memberi rezeki bagi mereka yang mau mengambil peluang tersebut.

Bagaimana dengan yang membutuhkan empon-empon yang diyakini sebagai penangkal  virus Corona. Bu Kanjeng juga jadi pengamat saja. Jelas harganya pun ikut berkibar. Apa kah petani menikmati keuntungannya langsung ? Belum tentu. Yang jelas mereka yang punya uang, kesempatan dan mau mengambil celah tersebut. Bu Kanjeng ikut sebagai pembeli. Kalau telannya ikut terjun langsung Bu Kanjeng senang setidaknya ia bisa ikut membeli.

Ada temannya yang langsung membeli jahe emprit ke petani dan dijual lagi dalam berbagai kemasan. Dari yang kemasan besar, hingga eceran dengan menambahkan empon-empon lain untuk sekali konsumsi di harga 4 ribu rupiah. Alhamdulillah laris manis.

Hasil nguping dan dapat info sana sini, Bu Kanjeng jadi paham bahwa sebenarnya yang terkena imbas langsung untuk pangan itu petani dan peternak. Sepinya bisnis rumah makan dan dilarang mengadakan pertemuan, pesta yang mengundang kerumunan mengakibatkan usaha katering, restro dan hotel sepi.

Jadi tidak heran jika selisih harga di pasar dan beli langsung ke petani dan peternak sangat jomplang. Siapa yang diuntungkan? Pedagang yang punya uang dan memanfaatkan situasi ini. Memang ada sebagian konsumen yang bisa memanfaatkan harga murah itu tetapi tetap kalah dengan pedagang bermodal besar.

Menurut Bu Kanjeng, bila mau melihat peluang yang ada dan memanfaatkan pasti ada reward yang didapat. Masalahnya mau atau tidak. Persaingan tetap ada. Tetapi perlu diingat juga bila berjualan secara jujur dan fair insyaallah akan barokah. Tetapi kalau menggunakan aji mumpung pasti hanya sekejap. Pembeli kapok.

Menyoal masalah celah di balik wabah ada pengalaman yang perlu dimaklumi oleh Bu Kanjeng saat beli bandeng presto dari teman pengajian yang ada di WAG. Ia harus menekan rasa kecewanya dan berpikirkreatif.

Biasanya di group selain diisi info berbagi hadist, motivasi atau pencerahan juga bermunculan promo jualan online. Kali ini Bu Kanjeng tertarik dengan kemasan bandeng presto berisi 2 ekor dibandrol dengan harga 12 ribu rupiah. Menurut Bu Kanjeng itu standar sama harganya bila beli di pasar.

Saat diantar ke rumah dan dibayar ternyata yang dipresto itu bayi bandeng. Alias tak sesuai dengan bayangan Bu Kanjeng. Bu Kanjeng menyesal? Tidak. Ia bisa menyulap bayi bandeng itu setelah ditambah daun kemangi dan bumbu lain lalu dibungkus jadi pepes. Untuk memanfaatkan tenaganya agar tidak mubazir ada tahu seharga 4 ribu rupiah dan sebutir telur juga dieksekusi jadi pepes tahu.

Nah akhirnya si pepes bandeng dan pepes tahu pun bersanding di meja. Hidangan itu bisa sebagai teman makan sekeluarga. Stay at home and work from home masih bisa dinikmati.

#Soloraya 2020
#Dunia melawan Corona
#Celah di balik wabah
#Semangat literasi

Bersambung

Post a Comment

30 Comments

  1. Semangat literasi bunda sayang. Terimakasih selalu berbagi kisah inspiratif

    ReplyDelete
  2. Biar pun bayi tetap bandeng kan bu kanjeng he he...

    ReplyDelete
  3. Terima kasih Bunda, ilmu dan virus semangatnya.

    ReplyDelete
  4. Bagus bangeet ibu... Terimakasih..

    ReplyDelete
  5. terimakasih bunda sayang....lanjutannya kutunggu

    ReplyDelete
  6. Semoga kita semua sehat selalu dijauhakan dari segala wanah penyalit didekatkan dengan rizki yang melimpah dan barokah

    ReplyDelete
  7. Luar biasa tulisannya
    Usul penggunaan tagar (#) tulisannya bisa tanpa spasi

    #SalamLiterasi

    ReplyDelete
  8. Replies
    1. Ya sepakat, jadi harus tetap semangat ya. Terima kasih sudah berkunjung

      Delete
  9. Wah luar biasa menulisnya renyak dan bisa bersambung. Ini jd inspirasi jadinya. Lanjut Bu kanjeng

    ReplyDelete
  10. Terimakasih Bunda yang selalu membagi kasih lewat tulisan inspiratifnya.

    ReplyDelete
  11. Meliput suasana menjadi untaian kalimat. Sae bun.

    ReplyDelete