HIDAYAH HARUS DICARIAGAR TIDAK MERUGI


Sri Sugiastuti 

“Pada dasarnya, semua orang mendapatkan hidayah itu. Pada satu titik dalam kehidupannya, setiap manusia di dunia pada dasarnya pernah berpikir tentang siapakah dirinya, mengapa dan untuk apa dia hidup, dan adakah kekuatan di atas kekuatan hidupnya. Hanya saja, ada yang kemudian mencari dan menelisik, ada pula yang membuangnya jauh-jauh atau melupakannya. Yang mencari pun ada yang caranya salah dan keliru.”
(Hanum Salsabila Rais)

“Barang siapa menyeru kepada hidayah, maka akan ia memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa menyeru kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun dosa mereka.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, ad-Darimi. 

At-Tirmidzi berkata hadis hasan shahih. Shahih Muslim, no. 2739; Sunan at-Tirmidzi, no. 2674; Sunan Abu Daud No. 4611; Sunan Ibnu Majah, no. 206; Musnad Ahmad, no. 916, Sunan ad-Darimi No. 530, hadis ini dishahihkan oleh Imam al-Albani).
Masih banyak hadis yang mengupas tuntas tentang “hidayah”. Bu Kanjeng ingin menuliskan kembali apa yang sudah jadi catatan sekaligus sebagai peringatan untuk terus memperbaiki diri hingga hidayah itu sampai penuh di dalam dirinya.

 Dalam penjelasan tausyiah yang disimak Bu Kanjeng, Umar bin Khaththab menjelang menerima kunci gerbang pintu masuk Baitu Maqdis dari Raja Heraklius. Beliau merasakan betapa mulianya setelah masuk Islam. Letaknya bukan pada orang yang memuliakan dia sebagai kalifah, tapi disebabkan karena hidayah Islam yang diterimanya. Dia juga merasakan bahwa kemuliaan itu letaknya di hati. Alhamdulillah. Konon, Umar dan ajudannya saling bergantian menaiki unta ketika harus menempuh perjalanan kurang lebih 800 Km. 

Umar sebagai seorang pemimpin rela berbagi lelah dengan ajudannya. Adakah pemimpin kita yang sanggup meniru sikap Umar saat itu?
Umar menolak pencitraan diri, tetapi menjalankan praktik pencitraan Islam. Dia tampil apa adanya berdiri sebagai pemimpin. Betapa tingginya nilai hidayah Islam. Seperti yang diterangkan Allah dalam firman-Nya Q.S. Al An’am 6: 125. Betapa orang yang mendapat petunjuk dari Allah itu dadanya akan lapang, sedangkan yang tidak mendapat petunjuk dadanya jadi sempit, seperti mendaki gunung yang tinggi dan kehabisan oksigen. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang yang tak beriman.

Apa saja tanda-tanda orang yang hatinya dilapangkan oleh Allah? Di antaranya adalah:

Selalu siap kembali ke kampung akhirat yang bersifat kekal. Hati yang benar-benar lapang merupakan awal dari perjalanan ke kampung akhirat.

Selalu siap meninggalkan kehidupan dan keindahan dunia yang bersifat semu, kapan saja. Ya, dunia boleh dalam genggaman, tapi tidak boleh ada di hati kita. Jangan biarkan cinta dunia bersemayam di hati kita.

Selalu siap untuk mati sebelum kematian itu datang. Kapan? Tidak tahu. Ingatlah perintah untuk takwa, “Janganlah kau mati kecuali dalam keadaan Islam.” Mari bertahap mengatur kehidupan kita secara Islam, dan berusaha selalu ada proses peningkatan. Jadi, bila suatu saat dipanggil, kita sudah dalam keadaan Islam, karena semua harta benda ketika mati tidak akan dibawa.

Indahnya Islam itu harus dipahami sehingga mengikuti syariat Islam itu sebagai kebutuhan hati. Gambaran secara visual terdapat di Q.S. Al-An’am: 122 yang diterjemahkan oleh Ibnu Katsir. Mereka yang rusak imannya, yang suka bergosip dan menyia-nyiakan waktu, mereka itu dianggap mati bagaikan jenazah dan tidak dianggap oleh Allah Swt., padahal mereka masih hidup. Jangan sampai jadi timun bongkok walaupun jumlahnya banyak, tapi tidak ada harganya Merugilah orang yang seperti ini, tidak masuk hitungan. Derajatnya sangat rendah di mata Allah.

Dalam firman Allah di Q.S. Al-Isra’: 9 Alquran merupakan petunjuk ke jalan yang lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang beramal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. Alquran yang membuat orang berjalan dengan enak, kemudian juga beramal saleh dengan ikhlas dan benar. 

Sedangkan untuk mempraktikkan Alquran, teladanilah Rasulullah Saw. dalam Q.S Al-Ahzab: 21, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu yaitu orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.” Dalam hadis pun dikatakan bahwa akhlak nabi Muhammad Saw. adalah Alquran.
Ayat inilah pokok yang utama dalam meneladani Rasulullah Saw. dalam segala ucapan, perbuatan, dan keadaannya. Ada beberapa tips agar hidup sesuai Alquran.

Efisien terhadap waktu. Karena waktu itu terbatas, janganlah waktu itu dibagi dalam tiga hal! 8 jam untuk tidur, 8 jam ketiduran dan 8 jam lagi tidur tiduran. Kapan kerja dan ibadahnya?

Efektif dalam menggunakan waktu. Aturlah agar tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Bijaklah dengan waktu yang 24 jam itu, lakukan apa saja yang bisa diperbuat.

Selektif memilih kegiatan. Pandai memilah mana yang lebih penting, mana yang kurang penting. Jadi, ada skala prioritas dalam memanfaatkan waktu. Ambil yang diyakini benar dan sangat bermanfaat. 

Menyadari ketiga poin tadi, Bu Kanjeng semakin bersemangat mencari hidayah dari berbagai sisi. Sungguh hidayah itu harus dicari agar tidak merugi. 

Semoga dengan tulisan amat sederhana ini Bu Kanjeng dan semua umat muslim yang ada mendapat hidayah dan tak akan merugi dunia akhirat. Amin.

Post a Comment

12 Comments