Aku Tak Mengenal Sosok Bapak

 

Aku Tak Mengenal Sosok Bapak

Sri Sugiastuti 

Judul tulisan ini rasanya aneh. Apa mungkin? Pertanyaan itu mungkin terselip di hati pembaca sama dengan Bu Kanjeng yang senang membaca buku memoir. Ternyata memang ada. Bu Kanjeng asyik membaca untaian kalimat yang pernah direnda berdasarkan sumber dari penulis pemula.

Bu Kanjeng tidak tahu apakah tulisan ini jadi buku atau tidak, tetapi rasanya sayang bila terserak tanpa diambil manfaatnya. Padahal dari tuisan sederhana ini banyak sekali hikmahnya. Yuk kita simak bersama tulisan di bawah ini. 

            Aku lahir dari rahim seorang wanita yang sangat menderita. Aku hanya mengenal ayah biologisku lewat nenek. Sampai detik ini aku pun tak tahu dimana keberadaan ayahku.

            Kata nenek dan ibuku, ketika aku lahir keadaan kami sangat memprihatinkan. Terpaksa setelah usiaku hampir satu tahun, dimana aku seharusnya masih membutuhkan ASI, ibuku harus menyambung hidupnya di Semarang. Aku ditinggal bersama nenek di desa.

            Saat musim panen padi atau jagung, aku diajak nenek keliling  desa untuk ngasak ( mencari sisa-sisa hasil panen padi, jagung, ubi jalar dan lain-lain yang sudah tidak dipedulikan pemiliknya). Lokasi yang harus kami datangi  untuk mengais sisa-sisa panen itu cari cukup jauh. Walau jauh, itu tidak mengurangi semangat kami mencari rezeki.

            Ketika kami menemukan ada penduduk panen, aku diturunkan dari dunak/tenggok ( tempat meletakkan hasil ngasak ). Kadang aku diletakkan di galengan/parit. Aku dibiarkan  menunggu mereka sambil asyik main sendirian. Memang tempat itu yang menjadi sasaran keluargaku untuk mengais segenggam rezeki. Tanpa semua itu kami tidak makan.

            Ada 4 jiwa di dalam keluarga nenek, aku, nenek, paman dan bibi. Aku yang masih sangat kecil saat itu belum tahu untuk apa aku diajak ke sawah atau ke ladang penduduk.

Wis yo nok, kowe anteng ning kene mak e tak golek pari dhisik ,” cerita bibi dan paman saat itu.

            Masuk usiaku yang ke 4, keluarga kami semakin berantakan. Bibiku bekerja ke kota, pamanku pun mengikutinya. Tak lama Nenek meninggal dunia. Tinggallah aku sendirian di rumah. Akhirnya aku dibawa ibuku ke kota dimana ibuku berkerja.

            Ibu boleh membawaku ikut bekerja di rumahnya.. Ya, ibuku bekerja untuk keluarga ibu angkatku. Di situlah lembaran hidup baru aku jalani. Aku hidup berdampingan dengan ibu yang melahirkanku dan keluarga orang tua angkatku yang hidupnya serba kecukupan. Saat itu aku sudah dianggap seperti anak mereka sendiri. Di situlah aku diajari bersih-bersih rumah. Padahal saat itu menyapu saja belum bersih. Aku diajari ngepel lantai setiap hari oleh bapak angkatku. Kegiatan rutinku di usia itu adalah membantu ngepel lantai, bersih-bersih kaca jendela dan bantu ibu kandungku yang baru masak di dapur ditambah aturan-aturan yang lain yang tidak bisa aku ceritakan disini.

Orang tua angkatku adalah seorang pengusaha sukses. Anaknya 7 orang. Mereka sangat menyayangiku. Nama-nama merekapun selalu kuingat karena kebaikannya yang tak pernah aku lupakan sepanjang hidupku.

Ada Bapak H.Hadi Soewarno almarhum sebagai kepala keluarga, Ibu H.Oetini Hadi Soewarno almarhum orang tua angkat, ibu Didiet Hadiwati, bapak Hudiyono, bapak Hadiyanto, ibu Utiwati, ibu Wiwik Sriwiyati, bapak Hari Raharjo dan ibu Titiek Setyowati.

Alhamdulillah, aku dikelilingi orang-orang yang sangat menyayangiku. Tapi tidak ada nama ayahku disitu. Entah kemana beliau. Sayangnya aku tak  tahu bagaimana sesungguhnya ayahku dan dimana dia sekarang. Konon kabar terakhir dari tetangga desa, ketika aku menulis kisahku ini, beliau sudah meninggal dunia, jauh sebelum ibuku meninggal dunia.

Menurut cerita bibiku, rumah ayah kandungku tidak jauh,  beliau tetangga desa, tapi aku tidak pernah beliau akui sebagai anak kandungnya, maka aku juga tidak ingin melihatnya, ataupun mengganggu kehidupan dan keluarganya sampai hari ini.

Aku tak ingin mengenalnya atau pun menuntut tanggungjawabna sebagai ayah. Semua kubiarkan saja. Ia tak mengenalku, dan aku pun tak ingin kenal dengannya. Ia sudah begitu tega meninggalkan ku ketika masih dalam kandungan.

Semua kubiarkan, seperti air yang mengalir, tanpa ada ranting yang menghalangi alirannya . Entah akan berhenti sampai dimana air itu mengalir. Kuserahkan semuanya pada Allah yang Maha Kuasa, sang Pencipta.

Setelah membaca kisah itu perasaan Bu Kanjeng seperti diaduk-aduk. Membayangkan kehidupan perjalanan sang tokoh pasti bergelombang dan menguras kesabaran dan air mata. Tetapi bila direnungkan dan mempelajari banyak kisah hidup yang dialami oleh orang yang kurang beruntung, hati Bu Kanjeng lega. Setidaknya ia juga punya lakon kehiduan tersendiri yang tak kalah menarik bila ditulis dan digunakan untuk kebaikan demi memberi motivasi kepada pembaca.

 

 

 

 

Post a Comment

24 Comments

  1. Lakon kehidupan yg takkan pernah habis untuk ditulis dan dikisah...
    Sangat menginspirasi kisahnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begitulah kehidupan smg kita banyak bersyukur dan mengambil hikmahnya

      Delete
  2. Wah jadi penasaran kisah selanjutnya...

    ReplyDelete
  3. Menggugah semangat lahir batin bagi orang sekitar yang punya kehidupan beda dengan sang tokoh... Subhanallah menginspirasi banget bu Kanjeng

    ReplyDelete
  4. Wah,hanyut terbawa perasaan,mata yuyu,selalu keluar bila sedih,terharu dan gembira.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begitulah sejatinya hidup berharap semua akan indah pada waktunya

      Delete
  5. lakon kehidupan. menarik sekali. Mungkin perlu segera mengumpulkan tulisan-tulisan di blog untuk dibukukan. Teruslah menebar, menabur dan menyemai VL.

    ReplyDelete
  6. Tulisan bunda selalu menyentuh.. Setiap orang punya Lakon kehidupan masing-masing.. belajar untuk bersyukur dan tetap berbagi kebaikan seperti yang bunda lakukan adalah tugas kita.. Terimakasih bunda...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dengan banyak membaca kisah kehidupan kita semakin bersyukur

      Delete
  7. Setiap orang punya skenarionya sendiri ya Bun..

    ReplyDelete
  8. dunia ini panggung sandiwara, mari kita menjadi artisnya dengan menjadi aktor dan aktris yg baik

    ReplyDelete
  9. Sedih bu bacanya. Terkadang dunia itu kejam. Namun kekejaman itu biasanya menjadikan diri kuat dan bisa sukses. Ingin lanjutanya bu😊🙏

    ReplyDelete
  10. Sangat menarik dan trenyuh di hati..jd teringat kisah diri yang tak jauh dari itu..namun kadang malu untuk menceritakannya...👍☝️🙏🙏🙊🙊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tanya pada hati yang paling dalam, mungkin dengan mengabadikan penerus kita akan lbh menghargai arti sebuah kehidupan

      Delete
  11. Senantiasa bersyukur apapun yang Allah takdirkan untuk kita. Semangat Bu Kanjeng, pelajaran hidup yang pahit di masa lalu Allah bayar dengan keindahan dan rasa manis yg luar biasa. Salut buuu...

    ReplyDelete