NEVER GIVE UP

 


Sri Sugiastuti

 

Selalu ada harapan bagi mereka yang sering berdoa, selalu ada jalan bagi mereka yang sering berusaha.

Manusia diberi rezeki oleh Allah dari segala penjuru yang tak pernah diduga. Bu Kanjeng sangat meyakini itu. Rezeki tidak hanya berupa materi, sehat, tetapi sakit dan ujian sulit dikaruniai anak pun itu rezeki. Semua makhluk Allah bila berikhtiar pasti ada rezekinya dan akan bertambah saat ia bersyukur.

Sejak bangun dini hari dan bermunajat pada-Nya, Bu Kanjeng sudah meneguk 2 gelas air putih hangat. Lanjut salat Subuh. Usai salat, banyak yang harus diagendakan. Sayangnya saat salat pun sudah terlintas apa yang akan dikerjakan ketika Allah memberinya waktu 24 jam.

Pekerjaan rutin beberes kamar, masuk dapur sambil sesekali membalas WA yang masuk, membuang sampah yang ada di WA, dan mencari ide untuk menulis.  Alhamdulillah gas habis. Artinya cukup minum air hangat dan sepotong roti dengan toping daging bumbu terik ( sisa daging Idul Adha). Tak lama tukang jamu lewat. Pesanan Bu Kanjeng berupa jamu kebugaran plus gula asem segera diterima.

Ini Ahad kedua Bu Kanjeng gabung bersenam ria bersama ibu- ibu PKK. Kebetulan lokasi senam di samping rumahnya. Senam ini pas buat bu Kanjeng yang aktifitasnya lebih  banyak duduk, punya keterampilan jari dan tangan yang monoton.    Bu Kanjeng merasakan gerakan tangan dan pinggul saat senam sangat membantu mengurangi rasa pegal- pegal yang sering dikeluhkan. Diiringi lagu Didi Kempot dan lagu lain yang berirama menghentak, waktu 1 jam tak terasa.

Pak Kanjeng pulang beli gas membawa 1 bungkus ketoprak ( jenis makanan yang berisi ketupat, tahu, tauge, mihun, bumbu kacang dan kerupuk). Dalam sekejap makanan itu pindah ke perut mereka berdua. Bu Kanjeng yang sudah menua bersama selama 33 tahun tepatnya Oktober 2019 selalu menikmati kebersamaan itu.

Perut sudah kenyang, badan sudah segar, Bu Kanjeng lanjut packing buku yang mau dikirim dari Aceh sampai ke Papua. Di sela packing ada WA masuk dari anaknya yang konfirmasi mau ke rumah ( khawatir sudah datang ibu bapaknya tidak di rumah). Alhamdulillah packing selesai. Bu Kanjeng masuk dapur. Ia mau masak soto daging secukupnya, karena cuma berdua dengan Pak Kanjeng di rumah.

Baru mau menghidupkan kompor anaknya datang membawa 1 porsi sup buntut dan 1 porsi sup kacang merah. Acara masak soto batal. Alhamdulillah menu makan siang sudah ready. Aman. Bada salat dzuhur makanan itu pun tuntas. Bu Kanjeng lanjut dengan kegiatan ngedit naskah. Ia asyik ngedit sampai jelang asar.

Usai salat asar, Bu Kanjeng buka kulkas. Hmmm, masih ada kulit pangsit, daging giling, juga bakso kiriman anaknya. Mie kering ada, telur juga ada. Wah makan bakso pasti seger nih. Sambil menyiapkan bumbu dan teman- temannya, Bu Kanjeng ngintip group Pengurus TPA (Taman Bacaan Alquran)

Ternyata nanti bada Isya ada rapat. Rapat rutin bulanan yang pesertanya cuma 10 ibu- ibu yang tinggalnya berdekatan. Bu Kanjeng jadi punya ide untuk membawa sesuatu di saat rapat nanti. Kebetulan semua bahan sudah ada. Spontan idenya martabak mie. Sebelum magrib bahan itu sudah disulap jadi martabak mie bersanding dengan saus sambal dan siap jadi Potluck yang dibawa Bu Kanjeng saat rapat nanti.  Mereka memang biasa saling berbagi berupa potluck yang mereka miliki.

Pengurus ini sudah terbentuk 22 tahun lalu. Bu Kanjeng memang bukan ketua, kadang sekretaris, kadang di seksi pendidikan. Ada keasyikan tersendiri dalam mengelola TPA kecil ini. Bergaul dan menekuni kegiatan ini, tak terasa jadi bagian dari perjalanan spiritual Bu Kanjeng.

Bu Kanjeng pun flashback sejenak. Kala itu tahun 1998 tepatnya bulan Maret. Bu Kanjeng dan keluarga hijrah. Hijrah dari Sukoharjo, Pondok Mertua Indah ke sebuah rumah kontrakan kecil. Sebuah paviliun rumah seorang janda yang cukup galak dan cerewet.

Mengapa Bu Kanjeng hijrah ke Solo? Dan rela tinggal di rumah kontrakan yang amat sederhana. Ini bentuk perjuangan baru. Ia harus bangkit dan menata masa depan. Setelah tiga kali hamil dan tiga kali kehilangan, Bu Kanjeng harus memperjuangkan yang ke empat ini. Ikhtiar itu penting. Dengan berpegang pada hadis ; “Sesungguhnya seseorang akan diangkat derajatnya di surga, maka ia berkata,”Dari manakah balasan ini?” Dikatakan,” Dari sebab istighfar anakmu kepadamu”. Ibnu Majah, 2/294, 2954, dan dikeluarkan Ahmad di dalam Musnad, 2/509. Artinya bila Bu Kanjeng dipercaya Allah untuk menerima amanah-Nya, ia harus bisa mendidiknya menjadi anak yang saleh atau salehah.

Bu Kanjeng ingin diberi amanah dari Allah. Ia ingin hidupnya di dunia tidak merugi. Ia harus berusaha dan berdoa agar Allah rida dan memberinya kesempatan berstatus sebagi ibu yang bisa mengandung dan mengawal darah dagingnya sukses dunia dan akhirat.

Masa perjuangan untuk mendapatkan buah hati sejak ia menikah 19 Oktober 1986 hingga Januari 1998. Ada harapan, was-was juga permohonan pada Allah dan kesabaran dan keikhlasan yang mendampingi hatinya. Dukungan dari orang-orang tersayang pun ikut mewarnai perjuangan ini.

Hamil pertama, saat kandungan sudah memasuki bulan ke 8, janin meninggal di dalam kandungan. Untung dengan bantuan suntikan pacu, janin yang tidak bernyawa itu lahir dan sudah membiru. Dengan perasaan tertekan dan tak percaya, ia harus mengikhlaskannya.

Hamil berikutnya, Bu Kanjeng dan keluarga masih diuji. Pada usia kandungan belum genap 7 bulan, ia melahirkan anak ke dua secara prematur. Bobot bayi itu hanya 1350 gram, tidak sampai 2 kg, jantung bayi pun belum sempurna. Allah pun lebih sayang. Bu Kanjeng hanya diberi kesempatan merawatnya selama 2 pekan. Itu pun bukan dalam dekapan, melainkan di dalam inkubator.

Bu Kanjeng masih punya harapan walaupun usianya bertambah. Doa dipanjatkan di setiap penghujung malam. Ia pun hamil untuk yang ketiga kalinya. Dokter sudah meminta untuk bed rest saat usia kandungan menginjak bulan ke 6. Alhamdulillah bayi perempuan lahir normal dengan bobot 3,2 kg. Tepatnya tanggal 19 Maret 1992.  Kebahagiaan pun menghiasi keluarga Bu Kanjeng.

Tak disangka kebahagiaan itu hanya sampai di tahun ke empat. Saat buah hati belajar membaca dan menghapal QS pendek juga persiapan masuk TK C, Allah kembali mengambil "titipan"-Nya. lewat Penyakit Demam Berdarah, Bu Kanjeng untuk ketiga kalinya kehilangan anak.

Sebagai orang yang beriman Bu Kanjeng tidak boleh putus asa. Anak itu hanya titipan. Ia juga tidak boleh menyalahkan orang lain atau dirinya sendiri. Allah belum mempercayakan dirinya untuk mendapatkan amanah berupa anak. Kenangan indah merawat bayi dan menjadi ibu yang menyusui sepenuh hati. Mengajari berjalan, dan keterampilan motorik lainnya. Sampai saat ini ia akan merasakan desiran di dada bila ingat bahwa ia pernah punya anak perempuan.

Komunikasi terakhir dengan buah hatinya saat ke RS.

" Ibu kita mau kemana?" Setelah kalimat itu Bu Kanjeng tak pernah mendengar suaranya lagi hingga saat terakhir tenggorokannya dibersihkan perawat. Ya karena dokter sudah menyatakan tidak bisa tertolong nyawanya DB telah menjadikan sebab kepergiannya.

Hari sepi pun dijalani. Sudut kamar yang penuh kenangan dengan buah hatinya kadang membuat pikirannya berandai- andai. Padahal itu saat dilarang agama yang dianutnya. Masih ada kesempatan bila Allah mengizinkan. Dan kesempatan itu ada.

Bu Kanjeng baru saja melahirkan anak ke empat, saat itu usia bayinya baru 2 bulan. Indonesia tahun 1998 sedang krisis terjadi reformasi dan Pak Harto dilengserkan. Balaikota dibakar. Ada simbol dengan ngehitnya lagu Hanoman obong karya Mbah Ranto ayah dari Didi Kempot the king of broken heart.

Bu Kanjeng bersyukur walaupun pemilik rumah galak, tetapi ia berada di lingkungan yang nyaman. Dekat dari sekolah tempatnya mengajar. Tetangga ada dua katagori. Sebagai keluarga muda yang produktif dan para pensiunan. Satu RW hanya ada 3 RT dengan jumlah rumah yang tidak padat dan keluarga yang rata-rata keluarga kecil.

Hidup di lingkungan yang kondusif tetapi kami belum punya masjid. Majlis taklim pun baru terbentuk bersamaan dengan Taman Bacaan Al Qur’an. Bu Kanjeng dan kawan-kawan merasa tertantang untuk bisa memajukan dua kegiatan itu. Berdiri lah TPA dan Taklim pengajian ibu-ibu dengan nama "Umi Masyitoh" nama yang diambil dari sosok perempuan soleha di zaman Firaun.

Karena Bu Kanjeng terlibat langsung dalam kegiatan itu. Minimal sebulan ada 3 pertemuan.  Pengajian di minggu pertama dan ketiga, sedangkan pertemuan pengurus TPA tanggal dan waktu tiap bulan sangat fleksibel. Perlahan tapi pasti hati Bu Kanjeng yang sempat kering karena kurang asupan rohani, mulai terobati.

Anaknya pun tumbuh sehat. Bisa menjadi santri TPA. Menurut Bu Kanjeng itu anak mahal. Betapa perjuangan empat kali hamil dan dipercaya Allah hanya satu yang saat ini dikawal agar bisa jadi asetnya juga pembawa kunci surganya.

Mungkin kalau waktu itu Bu Kanjeng tidak sabar atau cari jalan pintas kisahnya akan berbeda. Dengan diberi ujian susah mendapatkan anak, mengalami hamil 4 kali, dan merasakan kehilangan yang mendalam. Bu Kanjeng menganggap bahwa punya dan merawat anak itu hal yang mudah dan sudah menjadi kodratullah dari semua orang yang berumah tangga pasti dikaruniai anak dan bisa melanjutkan dinasti keturunannya.

Sambil menikmati sajian selat solo. Bu Ketua berkisah lagi bagaimana mereka jatuh bangun membesarkan TPA, taklim dan juga  belajar mengupgrade diri untuk selalu mengajak kebaikan. Andai Allah tidak memberi ujian kepada Bu Kanjeng, mungkin Bu Kanjeng belum dapat hidayah dan sibuk dengan gemerlapnya dunia.

Berada dalam satu wadah yang punya visi dan misi yang sama untuk menggapai rida Allah bukan suatu kebetulan. Bu Kanjeng yakin, ini campur  tangan Allah yang sayang pada hmba-Nya.

Walaupun tugas Bu Kanjeng sebagai orang tua belum selesai, ia harus bersiap menuju purna. Tahun 2021 Bu Kanjeng akan purna sebagai Abdi Negara selama 35 tahun insyaallah. Artinya hampir separuh usianya dihabiskan untuk berproses sebagai orang tua juga sebagai guru. Begitu banyak yang dihadapi dari tahun ke tahun semboyan Bu Kanjeng dalam menghadapi kehidupan adalah  Never give up. Bu Kanjeng memang termasuk orang yang tahan banting dan selalu berpikir positif. Ia pun selalu bermunajat agar di sisa usia yang dimiliki bisa “Nyebar rasa seneng” dengan  potensi yang diberikan Allah Swt.

Semoga Bu Kanjeng bisa istikamah dan tetap berpegang pada petunjuk yang sudah Allah berikan. Aamiin YRA.


Post a Comment

32 Comments

  1. Replies
    1. Sedih yg telah lama terpendam yang air matanya tak mampu manangis Lagi, apa istilahnya ya bu Kanjeng.

      Delete
    2. grantes, seakan tidak bisa menerima kenyataan, tetapi harus bisa dipupus dan the show must go on.

      Delete
  2. Ya Allah... Saya terharu sampai gak terasa meneteskan air mata. Perjuangan dan pengorbananan seorang ibu yg luar biasa demi mendptkan ananda tercinta. Oleh karena itui bagi yg sdh punya ananda maka jangan sia2kan amanah yg telah diberikan-Nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya,setiap manusia sdh.punya.paket kehidupan yg dikemas oleh Allah, tinggal ikhitiar dan doanya masing2

      Delete
  3. Belajar banyak dari hal yang Bu Kanjeng tuliskan. Alhamdulillah...bisa jadi nasehat bagi diri saya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah bisa mengambil hikmah dari apa yg sydah dibaca

      Delete
  4. Kisah yang ebak diikuti dan inspiratif. Mantab, bu hajjah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bagian dari berbagi untuk buku antologi true story kisah penuh hikmah Pak Haji. Matur nuwun sudah singgah

      Delete
  5. Terima kasih atas ilmu kehidupannya Bu

    ReplyDelete
  6. Luar biasa perjuangan seorang Bu kanjeng,,, salut Bu. Tetap semangat ya Bu... Tetap memberikan inspirasi kepada kami yang lebih nuda...🙏

    ReplyDelete
  7. Luar biasa perjuangan seorang Bu kanjeng,,, salut Bu. Tetap semangat ya Bu... Tetap memberikan inspirasi kepada kami yang lebih nuda...🙏

    ReplyDelete
  8. Kisah yang sangat inspiratif...terimakasih Bun...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begitulah kehidupan tiap orang hrs bisa berdamai dengan hatinya

      Delete
  9. Kisah nyata yg inspiratif. Setiap peristiwa selalu ada hikmah.

    ReplyDelete
  10. Setiap ujian pasti ada hikmah...mantab bunda, semoga di ijabah segala doanya

    ReplyDelete
  11. Kisah yang inspiratif bunda, mohon doanya buat saya juga bunda, karena saya juga baru dalam ujian untuk memperoleh ridho-Nya agar dikaruniai anak yang sholeh atau anak yang sholihah bunda..ujian ini sungguh membutuhkan sabar dan kuat yang luar biasa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, kita saling mendoakan semoga diberi yang terbaik dari-Nya

      Delete
  12. Perjuangan yang luar biasa. Tak mengherankan bila Bu Kanjeng menjadi bunda yang tangguh.

    ReplyDelete
  13. wao... ceritanya mengalir seperti tugas-tugas yang tersalurkan secara luar biasa. Sibuk tapi tetap menulis. Mari Menulis

    ReplyDelete
  14. Terharu bun.. Saya jg mrsakan khilngan bayi..dlm kndungan..
    Aamiin smg bu kanjeng tetap jd inspirasi bgi kmi..

    ReplyDelete