MARKONAH


 MARKONAH

Sri Sugiastuti

"Bapak jangan marah- marah, nanti badannya semakin kaku dan lama sembuhnya, " Markonah berusaha menenangkan suaminya yang sejak semalam gelisah dan banyak mengeluh.

Pak Susilo sudah dua bulan kena serangan stroke. Di usianya yang ke 73 stroke itu melanda. Apa yang dikhawatirkan Pratiwi sejak dulu terjadi. Bagaimana nasib Bapak kandung bila di usia senja, siapa yang akan merawatnya. Allah maha Penyayang dan maha Pengasih.

Menghadapi kenyataan bahwa ayah kandungnya stroke Pratiwi jadi teringat bagaimana Bu Markonah dan ayah menjalani kehidupan mereka beberapa tahun sebelumnya saat Pratiwi beranjak dewasa dan mencari jati diri. Ia hanya banyak mendengar dan melihat kehidupan yang nyata dialami oleh orang yang ada di sekitarnya. 

Setelah pulang dari pengasingan dan sempat merantau ke Binuang Kalimantan Selatan, Pak Susilo menemukan jodohnya. Ya, jodohnya adalah Bu Markonah yang akhirnya berpredikat sebagai ibu tiri Pratiwi dan adik- adiknya.

Markonah janda beranak satu yang lahir di Wadas Lintang sempat mengadu nasib di Depok sebagai PRT. Di Depok lah ia dipinang Pak Susilo. Tentu saja Pak Susilo agak repot dalam mendidik atau agak sulit kalau diajak bicara yang agak ilmiah atau tukar wawasan. Beda dengan Ambarwati yang cerdas dan bisa diajak diskusi, dan nyambung.

Allah sudah menggariskan seperti itu. Nyatanya Markonah setia hidup bersama Pak Susilo walaupun dengan kondisi yang pas- pasan. Pratiwi dan adik- adiknya sangat berterima kasih kepada Markonah. Ia bisa memberikan dua anak kepada suaminya. Lengkap laki-laki dan perempuan.

Bu Markonah dan Pak Susilo mendidik kedua anaknya dengan baik. Karena kondisi yang pas- pasan, Bu Ambarwati rela membantu kebutuhan mereka. Padahal saat itu Ibu Ambarwati juga sedang banting tulang, memeras keringat membiaya ketiga anaknya yang sedang kuliah.

Bu Ambarwati tidak tega, dan merasa perlu membantu. Karena kebaikan Bu Ambarwati, sikap Markonah terhadap Bu Ambarwati sangat hormat. Dia merasa sebagai yang lebih muda dan kurang pengalaman kadang jadi tertunduk malu. Di mata Bu Ambarwati, Markonah tidak bisa mendidik anak dan Pak Susilo kurang tegas.

" Pak, Pak, sebagai orang tua kok bisa kalah sama anak. Kalau SMP saja nggak lulus, sebagai anak laki- laki dia mau jadi apa? Penambal ban?" Bu Ambarwati menegur Pak Susilo saat diketahui anak Bu Markonah si Farino mogok sekolah.

"Ini ibunya bisa mendidik anak apa engga ya? Anak tuh jangan dimanja. Diawasi kegiatan anak, siapa teman- temannya. Sekolahin yang pintar." Bu Ambarwati marah besar saat ia tahu Pak Susilo gagal mendidik anak.

Dan pada akhirnya Bu Ambarwati menyalahkan Bu Markonah yang juga berpendidikan rendah. Tentu saja Pratiwi jadi tidak enak hati dan malu dengan ucapan ibunya.

Pratiwi biasanya berlari menghampiri Bu Markonah dan menghiburnya.

" Bu Onah ngga usah sedih ya. Kalau Farino memang sudah ngga mau sekolah, ngga usah dipaksa. Suruh dia bantu Bapak buka tambal ban dan pompa dengan kompresor itu."

" Iya Mba Tiwi, itu anak memang susah diatur, padahal Bapak sering emosi kalau menghadapi Farino, " jelasnya.

" Bu Onah dan Bapak masih punya Faryanti. Dia pintar dan rajin, nggak kayak si Farino. Siapa tau besok dia jadi orang sukses yang bisa mengangkat derajat orang tuanya."

Pratiwi berani bicara seperti itu karena dia kuliah di FKIP dia belajar ilmu pedagogik. Jadi kalau ada anak istimewa seperti Farino sebenarnya harus ada penanganan khusus.

Hubungan Bu Markonah dan Pratiwi lumayan akrab. Pratiwi yang kuliah di Solo dan sudah hobi jualan baju yang dibeli di Jakarta dan dijual di kampus saat libur semester pasti mengunjungi keluarga Bu Markonah. Ia sering memberi baju lungsurannya ( baju bekas layak pakai)

"Bu Onah, ini saya punya baju masih bagus- bagus mau nggak saya kasih buat pakai harian di rumah?" Pratiwi menyerahkan beberapa bajunya yang masih layak pakai.

" Wah, ini masih bagus- bagus. Terima kasih ya Mba," ucapnya

Sementara terlihat Pak Susilo yang melihat dan mendengar percakapan itu tersenyum bahagia melihat keakraban anaknya dan istrinya.

Pratiwi sudah menganggap Bu Markonah sebagai ibunya sendiri. Ia secara langsung menitipkan sisa umur bapaknya kepada Bu Markonah. Dia tidak mungkin mampu mengurus Bapak kandungnya. Pratiwi punya kehidupan sendiri dengan Bu Ambarwati dan Pakde Sutrisno yang mengawalnya hingga tumbuh dewasa.

Saat Pak Susilo sudah tidak kuat bekerja, tugas Bu Markonah semakin berat. Mengurus suami yang jompo perlu kesabaran. Pratiwi sebagai anak belum bisa membahagiakan Pak Susilo. Ia berkunjung sebatas silahturahmi, atau memberikan sedikit rezeki kepada Bu Markonah.

Untungnya Bu Markonah sudah biasa bekerja sebagai PRT. Jadi ketika Bu RT dekat rumahnya memintanya untuk membantu, dengan senang hati disanggupi. Begitulah cara Allah memberi rezeki kepada hamba-Nya

Bersambung

Post a Comment

16 Comments

  1. Silaturrahmi yg baik antara ibu tiri dan anak tiri, bagus sekali

    ReplyDelete
  2. Pengen jadi netizen ke bu ambar😅
    Keren ceritanya bu.

    ReplyDelete
  3. Ahhh... semakin seru ceritanya,
    Pratiwi, Ambarwati, Maria, Susilo, Sutrisno, Markonah siapa lagi, Ayooo kita tunggu tokoh selanjutnya.

    ReplyDelete
  4. Bu Markonah, Lanjut seru nih banyak tokoh yg di hidupkan

    ReplyDelete
  5. Markonah juga seperti nenekku..semoga endinggya selalu baik hati

    ReplyDelete
  6. Tantangan yang menyegarkan. 😊❤

    ReplyDelete