GURDASUS


Ibu Waitir sahabat Bu Kanjeng Penulis Buku Antologi  "Secercah Harapan dalam Keterbatasan"


Sri Sugiastuti


"Siswa tidak membutuhkan guru yang sempurna. Siswa membutuhkan seorang guru yang bahagia. Siapa yang akan membuat mereka bersemangat untuk datang ke sekolah dan menumbuhkan kecintaan untuk belajar."


Gurdasus? Apa itu Gurdasus? Guru daerah khusus. Guru yang mengabdi di daerah khusus yang masih termasuk bagian dari bumi ibu Pertiwi. Memang Bu Kanjeng punya kisah apa di balik Gurdasus? Bu Kanjeng pengalaman mengajar cuma di Jawa saja toh? Nyaman dan menyenangkan walau mungkin monoton tidak ada tantangan. Nyatanya tak terasa hampir purna. 

Eiittt, tunggu dulu jangan membahas masalah nyaman dan tidak nyaman saat sudah berkomitmen menjadi seorang guru. Menjadi guru itu panggilan jiwa. Orang tua Bu Kanjeng sudah mengamati kegemaran Bu Kanjeng saat masih kecil. Ya Bu Kanjeng kecil sering mengumpulkan teman-teman sebayanya lalu diminta supaya mereka menjadi murid.dan Bu Kanjeng pura-pura jadi guru. Dengan suara lantang dan bergaya sebagai guru ia mengajari teman- temannya.

Herannya kok ya teman- teman itu mau saja jadi murid Bu Kanjeng.  Sejak itu orang tua Bu Kanjeng semakin mengarahkan Bu Kanjeng agar belajar lebih semangat lagi. Maka saat belum musim kursus bahasa Inggris di lembaga. Bu Kanjeng sudah ikut kursus bergabung dengan peserta dewasa. Nah tidak heran bila Orang tua Bu Kanjeng yang bersusah payah mendaftar ke sipenmaru dengan membeli formulir pendaftaran langsung di UNS ( Universitas Negeri Sebelas Maret). Jakarta- Solo menjadi dekat ketika akhirnya Bu Kanjeng bisa kuliah di FKIP jururusan Bahasa Inggris. Perjuangan orangtua Bu kanjeng memang luar bisa.

Waktu bergulir dan Desember 1984 Bu Kanjeng lulus S-1. Setelah PPL di SMAN 2 Bu Kanjeng sudah  menjadi guru honorer. Ia mengajar di SMA Swasta PGRI  Karanganyar 8 jam pelajaran perminggu. Mengajar juga di SMEA Cokroaminoto. Sebagai guru  honorer di sekolah swasta tentu saja menyenangkan.  Masalahnya  Bu Kanjeng mengajar kelas 3 yang usianya tak terpaut jauh dengan Bu Kanjeng. Proses KBM lancar jaya di luar KBM Bu Kanjeng sangat akrab dengan siswa-siswanya. 

Ada yang membuat Bu Kanjeng tersipu malu saat teringat ulah salah satu siswanya yang menurut Bu Kanjeng kurang sopan. Karena siswa itu berani mengirimi gurunya surat cinta. Tetapi yang paling mengesankan bagi Bu Kanjeng sebagai guru honorer ia bisa bersinergi dengan siswa-siswa dengan akrab. Saat siswanya ulang tahun atau Bu Kanjeng yang berulang tahun ada kejutan yang mereka buat. Kebersamaan guru dan siswa saat itu memang sangat akrab.

Setelah lulus 1985 Bu Kanjeng jadi guru wiyata bakti di SMEAN 3 Jakarta Selatan dan September 1985 ikut tes PNS yang digelar di istora senayan.u Ya mengerjakan tes di kursi yang biasa untuk nonton pertandingan sepak bola. Alhamdulillah lulus SK turun Maret 1986. Mengajarlah Bu Kanjeng di sekolah yang besar dan nyaman. Gaji guru PNS di zaman rezim Soeharto itu mengerikan. Bu Kanjeng mengajar juga di  swasta. Maklum semangat mengajarnya luar biasa. Sempat 5 tahun menjadi guru di Jakarta itu jadi pengalaman yang tak terlupakan.

Karena tuntutan suami yang ingin dekat dengan orang tua Bu Kanjeng harus ikut kemana suami ingin melanjutkan kehidupan.  Nah tahun 1990 Bu Kanjeng dan keluarga hijrah ke Solo sampai saat ini. Hidup di Solo di sebuah kota yang jadi barometer politik, pendidikan juga budaya sangat melenakan. Hingga usia Bu Kanjeng 50 tahun jeda cukup lama dan akhirnya ijasah S-2 diraih. 

Sebenarnya Bu Kanjeng tergerak dan aktif di literasi organisasi PKK dan TPA hingga takdir  menemukan banyak sahabat dari Aceh hingga Papua . Nah salah satu sahabat maya Bu Kanjeng salah adalah guru cantik yang kisahnya ingin dibagikan dalam tulisan ini.

Namanya Ibu Waitir  ini tulisannya yang ada di buku “ Secercah Harapan dalam Keterbatasan.”. Kejadian sebelumnya bisa jadiidemenulis Bu Kanjeng. Jadi sudah dua minggu lalu Bu Kanjeng mengirim buku tersebut, tetapi belum ada konfirmasi kalau buku itu sudah diterima. Sampai akhirnya Bu Kanjeng menerima  telpon dari kantor pos yang mengabarkan nomer hape si penerima paket tidak aktif. Langkah Bu Kanjeng meneruskan berita itu ke Kurator. Ternyata Ibu Waitir terjebak di sekolah sudah seminggu tidak bisa pulang ke rumah,karena ada badai dan jalan menuju pulang tidak bisa dilalui. 

Hari berikutnya sang Kurator mengirimi foto  Bu Waitir dan kondisi jalan yang dilalui bila menuju sekolahnya. Bu Kanjeng terharu dan menangis saat melihat foto yang dikirim. Bu Kanjeng jadi teringat saat mereview naskahnya. Berikut Bu Kanjeng kutip apa yang jadi curahan hati dari Gurdasus diIndonesia ini.

“Sebagian masyarakat kami boleh dikatakan dapat hidup sejahtera dalam keadaan demikian. Mereka yang punya sawah dan kebun yang luas, harta berlimpah dengan asset miliaran rupiah. Mudah bagi mereka untuk mendapatkan rumah megah, mobil mewah serta menunaikan haji ke makkah. Namun masyarakat kalangan bawah sangat memprihatinkan. Hidup mereka terdesak dengan ongkos yang mahal, segala barang keperluan mahal sedangkan hasil pertanian  terjual murah. 

Apapun bentuk bantuan yang diberikan seakan kurang bisa untuk mengurangi beban hidup mereka. Apalagi bentuk bantuan yang diterima menuntut mereka harus berurusan di kecamatan mereka sering mengeluh. Umpama diberi buah simala kama bagi mereka, Karena yang mereka dapatkan inpass dengan  biaya dan waktu yang dikeluarkan. Hasilnya nihil sama saja dengan tidak bagi mereka.  

Demikian pula dengan kesejahteraan guru di sekolah kami belum diperhatikan. Guru sekolah kami sedang dihadapkan dengan delima hidup yang menyulitkan. Guru yang berstatus GTT mengabdi tanpa gaji, tanpa jaminan kesejahteraan sudah merasa sulit untuk bertahan, apalagi tunjangan untuk daerah khusus sudah dihentikan dan status GTT ke depan belum jelas mau dikemanakan. Di satu sisi mereka ingin tetap bertahan  tak ingin sekolah terancam bubar karena tak ada tenaga pengajar, namun di sisi lain mereka butuh pekerjaan yang bisa menghasilkan uang untuk menafkahi keluaga mereka.

Daerah kami memang telah mendapat sentuhan pembangunan dan sudah lebih baik dari sebelumnya namun belum dapat dikategorikan desa maju. Sebagai desa yang jauh di pedalaman kami masih hidup dalam keterbatasan. Sangat disayangkan status daerah khusus tidak melekat di daerah kami, kami sangat berharap pemerintah pusat mempercepat pembangunan daerah kami.  Kami kembali mempertanyakan benarkah dengan kondisi seperti ini kami sudah layak tidak menyandang status daerah khusus? Kami harap pemerintah meninjau kembali untuk hal ini. 

Kami hanya pasrah dan tetap mensyukuri apa pun kondisinya ini sudah jauh lebih baik dari beberapa tahun sebelumnya. Semasa saya masih duduk di bangku  SD dan SMP sederajat, perjalanan kami dari desa Sungai Kuning ke desa Mukai Pintu  atau ke kecamatan sekarang hanya bisa di lalui dengan enam jam perjalanan kaki dari desa sungai kuning kedesa Pauh Tinggi kecamatan gunung tujuh ditambah empat Jam naik angkutan umum dari Desa pelompek Kecamatan Gunung Tujuh menuju ke Siulak Mukai. Jika ada salah seorang diantara kami yang mau melahirkan, sakit atau terluka parah warga bebondong-bondong mengiringi perjalanan untuk  bergantian mengusung selama dalam perjalanan, sedangkan sekarang sudah bisa diantar dengan motor atau mobil. Sebelumnya hanya obor dan dynamo sebagai alat penerang, sedangkan sekarang sudah ada lisrtik PLN yang dapat digunakan siang malam. 

Pemerintah berupaya keras memperhatikan pembangunan daerah kami, namun karena letak yang sangat terpencil, lintasan perjalan yang panjang serta material dan bahan bangunan berongkos mahal. Tentu sulit mendesak pembangunan secara cepat. Kami hanya bersabar menunggu rencana pemerintah ke depannya untuk pembangunan daerah kami.

Itulah sebagian yang bisa dikutip Bu Kanjeng dan membuatnya semakin sadar bahwa perjuangan guru di tanah air ini luar biasa. Memahami keberadaan Gurdasus dengan perjuangannya dan lokasi tempat mereka mengajar yang masih jauh dari standar yang ada merupakan tantangan tersendiri, dan sekaligus ada kepuasan batin dari guru yang terjun langsung mengukir peradaban di bumi pertiwi tercinta.

Para pejuang pendidikan yang ada di daerah khusus itu sudah dinanti senyum, tawa canda, dan ilmunya oleh anak bangsa yang berada di daerah itu. Berharap sang guru ikhlas dan bahagia mendidik mereka sehingga mereka bersemangat dalam belajar dan bisa membangun negerinya sendiri

Bu Kanjeng yang tahun depan purna, ingin rasanya bisa bersilahturahmi mengunjungi teman sejawatnya yang bertugas di daerah khusus dan mengukir sesuatu yang bermanfaat untuk sekolah yang dikunjungi. Semoga Allah memudahkan apa yang jadi keinginan Bu Kanjeng. Aamiin YRA.




Post a Comment

43 Comments

  1. keren perjuangannya... bikin terharu

    ReplyDelete
  2. Terharu bacanya...jadi banyak bersyukur masih mengajar di daerah yang mudah di akses kendaraan

    ReplyDelete
  3. Luar biasa perjuangan nya. Hanya allah yg bs memberi balasan pahala yg setimpal

    ReplyDelete
  4. Replies
    1. Kita wajib memberi support smg infrastruktur kita semakin baik.

      Delete
  5. Alhamdullillah... Masih diberikan nafas untuk merasakan perjuangan guru lainnya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebayang ngga Bu nginep di sekolah berhari haro miskin sinyal

      Delete
  6. Sangat merasakan bgm pahit getirnya bermandikan keringat dan airmata, namun bukan airmata kesedihan melainkan airmata haru melihat senyum semangat anak2 ketika menyambut kedatanganku, krn pernah selama 1 thn di sekolah dasus. Wlpn sebentar tp begitu bnyk kenangan... salam semangat untuk bu Waitir..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya saya merasa beruntung walaupun hanya di dunia maya bisa mengenalinya

      Delete
  7. Moga jadi inpiratif ku.💪
    Sukses selalu.

    ReplyDelete
  8. Luar biasa dan cerita inspiratif dari bunda Kanjeng untuk mewujudkan cita-cita menjadi pendidik

    ReplyDelete
  9. Inspiratif dan menggugah semangat dalam perjuangan

    ReplyDelete
  10. Perjuangan yg luar biasa para gurdasus ini. Tetap semangat bu.
    Jadi teringat waktu dulu sempat ikut program guru kunjung ke daerah khusus. Transportasi dengan perahu lewat sungai yg penuh eceng gondok. Sekali waktu perahunya kandas di tengah rawa, dan kami jadi mangsa empuk nyamuk2 rawa yg besar2.

    ReplyDelete
  11. Semoga Bapak Ibu Guru yang mengajar di sana senantiasa dalam kondisi sehat dan berlimpah berkah.

    ReplyDelete
  12. Super ceritanya, renyah karena bunda yang mendongengkannya. Salam hormat dari Karimun Kepri

    ReplyDelete
  13. Ingat 13 tahun yang silam, satu setengah tahun tapi dengan nama yang beda, searah terisolir. Haru, biru.... mantap Bunda....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayo buat kisah masa lalu itu jadi inspirasi teman yang lain

      Delete
  14. Subhanallah...
    "sudah seminggu tidak bisa pulang ke rumah,karena ada badai dan jalan menuju pulang tidak bisa dilalui."

    Nyesss banget hati saya membacanya... Semoga sehat selalu Ibu Waitir

    ReplyDelete
  15. Terima kasih untuk kisah inspiratif nya... masih banyak perjuangan yg begitu hebat dan semangat nan jauh di sana. Terkadang kita lupa untuk bersyukur, bahwa nasib kita jauh lebih baik dari mereka.
    Jika kita merasa tidak puas dengan apa yang ada, maka tengoklah ke bawah agar kita bisa bercermin. Kurangi mengeluh, perbanyak bersyukur

    ReplyDelete
  16. Tentang gurdasus, selalu ada inspirasi bila berada di area itu asal mau menulis secara kreatif

    ReplyDelete
  17. Semoga tulisan Bu Kanjeng ini bisa meinspirasi guru2 yg lain...agar tetap semangat dan bersyukur

    ReplyDelete
  18. Aamiin yaa robbal aalamiin semoga semua harapan bu Kanjeng tercapai

    Membaca tulisannya jadi terharu biru saya, begitu besar perjuangan mereka para gurdasus, banyak hal yg mereka korbankan demi mencerdaskan anak bangsa, semoga mereka selalu sehat dan tidak kurang suatu apapun sekalipun nan jauh di plosok sana, InsyaAlloh pahala bertaburan untuk mereka aamiin yaa robb

    ReplyDelete