KETIKA HATI GERSANG

KETIKA HATI GERSANG KARENA IMAN TELAH USANG 
Oleh: Sri Sugiastuti 

Iman itu adalah kesabaran dan kelapangan hati.” 
 (As-Silsilah Ash-Shahihah, nomor 554)

 Rahimakumullah, Bu Kanjeng masih setia berbagi di Catatan Ramadan kali ini dengan tema Hati dan Iman. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji syukur kita panjatkan kepada Allah yang telah memberi kita nikmat kesehatan dan lisan. Semoga karunia tersebut dapat membuat kita bersyukur dengan sebenar-benarnya. Yaitu, menggunakan semua nikmat tersebut untuk menjalankan ketaatan kepada Allah.

 Shalawat dan salam tak lupa kita sanjungkan kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabat dan umat-Nya yang konsisten dan komitmen dengan sunnahnya. Amin ya Rabbal ‘alamin. Bu Kanjeng sempat mencatat Wasiat takwa yang pernah dibaca dalam sebuah kajian. Takwa adalah usaha kita menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya.

 Allah tidak mewajibkan sesuatu melainkan ada manfaatnya bagi manusia. Tidak pula Allah mengharamkan sesuatu, melainkan ada madharat atau bahaya bagi kita. Karena itu, takwa menjadi bekal terbaik kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini dan kehidupan akhirat yang kekal abadi nanti.

 Kita bisa menjalani semua itu bila punya modal iman yang kuat dan selalu dirawat agar tetap kuat dan mengakar sehingga tidak goyah dalam suasana apapun. Bagitulah dahsyatnya iman saat pertama kali datang. Besarnya pengorbanan tak tanggung-tanggung untuk dikerahkan. 

Beratnya resiko dipikul dengan sepenuh kekuatan, meski nyawa harus dipertaruhkan. Sayangnya, iman bukanlah keadaan yang stagnan. Iman bisa turun, bisa juga naik. Bisa usang seperti usangnya pakaian, bisa pula diperbaharui kembali. Iman itu bisa tumbuh dan berkembang, bisa semakin kokoh, akarnya menghunjam, namun bisa pula sebaliknya. Seumpama pohon yang ditelantarkan, makin layu daunnya, kian rapuh batangnya dan tidak mustahil akan tercabut akar dari tanahnya. 

Bagaimana perjalanan iman kemudian, tergantung cara merawat dan melestarikannya. Bu Kanjang perlu memahami proses lunturnya iman. Prosenya satu dan yang lain pastinya berbeda dengan keadaan saat pertama iman datang. Iman datang langsung meningkat tajam, tapi turun dan lapuk secara perlahan. Bahkan seringkali pemiliknya tidak merasa kehilangan, dan tidak pula mendeteksi terkikisnya iman sedikit demi sedikit. 

 Sangat lah merugi orang yang kehilangan gairah untuk melakukan ketaatan. Tidak ada semangat apalagi bergegas menyambut tawaran pahala yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Itu bagian dari yang harus diwaspadai. Jangan-jangan iman kita mulai usang, dan keyakinan kita makin berkurang. Karena salah satu tanda lemahnya iman adalah lemahnya kemauan seseorang untuk menjalankan ketaatan.

 Sebagaimana dalam urusan salat, untuk amal ketaatan yang lain pun tak jauh beda. Lemah iman menyebabkan seseorang menjadi bakhil untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah. Sebab dia tidak yakin, jika harta yang dikeluarkan itu benar-benar akan diganti dengan yang lebih baik, di dunia maupun di akhirat.

 Bu Kanjang kembali merenung. Ternyata banyak hal yang membuat iman jadi usang. Ketika urusan ketaatan yang menghajatkan pengorbanan, juga resiko di perjalanan, maka lebih berat lagi bagi mereka untuk menunaikannya. Seperti berdakwah, amar ma’ruf nahi munkar dan jihad fii sabilillah. Mereka tidak yakin bahwa bahwa janji Allah benar. Sesungguhnya orang yang sehat imannya, dia tak hanya sekadar menjalankan ketaatan. Ia bahkan merasa sangat ringan dan betah berada di atas ketaatan. 

Seperti yang diungkapkan oleh Utsman bin Affan, “Andai saja hati kita bersih, tentu kita tak akan bosan membaca al-Qur’an.” Atau seperti yang diungkapkan oleh seorang ulama salaf, “telah tua umurku, telah rapuh tulangku, sehingga aku hanya mampu membaca al-Baqarah, Ali imran dan an-Nisa’ saja ketika salat malam.” 

 Bu Kanjeng menyadari sepenuhnya ketika penyakit lemah iman mulai menjalar, maka secara perlahan pula, kepekaan seseorang terhadap dosa akan menjadi tumpul.

 Penyakit ini juga menyebabkan penderitanya kehilangan imunitas, kekebalan ataupun proteksi hati dari segala dosa. Berita tentang siksa akhirat dan ancaman bagi pelaku dosa, disikapi sebagai tak lebih dari sekadar informasi dan maklumat belaka. Bukan lagi sebagai peringatan keras, yang mampu membuatnya mundur dan menjauh dari daerah larangan Allah yang berupa dosa dan maksiat. Faktor kebiasaan dan pengulangan menjadi penyebab lunturnya keimanan dan melemahnya tali keyakinan. Hingga akhirnya dosa dianggap sebagai perbuatan yang layak mendapat permakluman. 

Dari sinilah, setan mulai menggoyahkan pendiriannya. Alasan ‘keumuman’, suara mayoritas, adat yang meluas dipaksakan sebagai representasi suatu kebenaran. Muncul pertanyaan. Apa iya ini perbuatan dosa? Mengapa banyak yang melakukannya? Pa iya mayoritas manusia akan disiksa? Begitu setan mengikis satu demi satu dari benteng pertahanan iman kita. Terus menerus, hingga akhirnya runtuhlah benteng itu secara keseluruhan. Merugilah kita. 

 Kita mungkin lupa, atau pura-pura lupa, bahwa Allah tidak pernah menjadikan suara mayoritas sebagai ukuran kebenaran. Dan Allah juga tidak mustahil menyiksa kaum mayoritas, jika mereka memang layak mendapatkan siksa. Seperti kaum Nuh, Kaum Luth dan kaum Nabi-nabi lain yang ternyata lebih didominasi orang yang sesat katimbang yang mengikuti hidayah. Semakin banyak menyimak tentang runtuh dan usangnya Iman, Bu Kanjeng semakin berupaya untuk menguatkan imannya dan bisa terhindar dari katagori orang yang imannya usang. 

Bu Kanjeng pun menyadadari bahwa penyakit lemah iman tak hanya bisa diderita oleh orang awam. Orang alim pun tak mustahil menderita penyakit ini. Kuatnya iman seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan banyaknya pengetahuan seseorang terhadap ilmu syar’i. Ada kalanya, seseorang memiliki banyak pengetahuan tentang fikih, tafsir, hadits dan cabang-cabang ilmu lainnya, namun dia tidak selamat dari kelemahan iman. Padahal, jika lemah iman menjangkiti orang semacam ini, tingkat bahayanya jauh lebih besar dari orang biasa.

 Konon orang yang alim mengerti celah-celah dalil, mengetahui siasat untuk bisa berkelit darinya, dan bisa menipu umat dengan kepandaiannya dalam berdalil. Ketika ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syariat, ia bisa berargumen dan memelintir dalil. Dia menjadikan sebagai dalih di hadapan orang-orang awam. Akhirnya, orang awam akan melakukan kemaksiatan yang sama, lalu menjadikan pendapat ulama’ suu’ itu sebagai argumen. Maka kerusakan pun semakin meluas.

 “Yaa Rab Jaga lah iman dan ketakwaan kami pada-Mu ya Robb. 

  Catatan Ramadan 27, 1442 Hijriah

Post a Comment

37 Comments

  1. Astaghfirullah. Lindungi kami dari terkikisnya iman ya Allah. Terima kasih atas pengingatnya Bu Kanjeng.

    ReplyDelete
  2. Iman naik turun, hanya kepada Allah kita memohon agar keimanan kita tetap terjaga. Terimakasih Bu, tulisan yg bermanfaat mengingatkan untuk menjadi insan yg selalu menjaga keimanan.

    ReplyDelete
  3. Semoga iman kita semakin hari semakin bertumbuh

    ReplyDelete
  4. Menjaga iman untuk tetap koko di dalam hati memang bukanlah hal yang mudah. Semoga tetapkanlah iman ke dalam hati kami.Amiin.

    ReplyDelete
  5. Terimakasih ibu Kanjeng, tulisan yg sangat bagus dan bermanfaat. Meski ramandhan hampir usai, kita harus tetap memelihara iman. Iman dalam hati kita jangan sampai terkikis oleh segala godaan di dunia.

    ReplyDelete
  6. Begitu mencerahkan. Tulisan Bu Kanjeng menjadi alarm bagi tingkat keimanan masing-masing pembaca. Terima kasih telah mengingatkan diri ini, Bu Kanjeng.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yakin dan selalu berada fi koridor kuatnya iman dan tolabul ilmu

      Delete
  7. Semoga iman kita semakin kuat dengan adanya bulan Ramadhan

    ReplyDelete
  8. Luar biasa ilmunya ..tauziahnya bunda.semoga iman kita tidak akan pernah usang agar hati tidak gersang ya bunda kanjeng sayang

    ReplyDelete
  9. Mantul bunda, semoga bulan ramadan makin memperkuat keimanan.

    ReplyDelete
  10. Selalu religius, mantap,semoga imam kita semakin dikuatkan.

    ReplyDelete
  11. Ya Allah tetapkan iman kami jauhkan kami dari segala godaan setan.. Bimbing kami ya rabb.. Selamatkan kami...

    ReplyDelete
  12. Dengan membaca tulisan bu Kanjeng, hati semakin erat untuk ingin meningkatkan iman.

    ReplyDelete
  13. Enak bacanya.semoga iman kita tetap menghunjam di dada selamanya

    ReplyDelete
  14. Ya Allah. Tetapkan dan kuatkan iman kami. Aamiin

    ReplyDelete
  15. Maasya Allah tulisan yg sangat menggugah, mengingatkan agar kita semakin memperkuat iman.

    ReplyDelete
  16. Semoga kita senantiasa bisa memupuk iman.terlebih.di.bulan suci Ramadhan ini. Aamiin

    ReplyDelete
  17. Amin ya Allah.... Sebuah perenungan yg luar biasa, Bunda.

    ReplyDelete
  18. Tulisan yang penuh perenungan. Terima kasih sudah berbagi.

    ReplyDelete
  19. Luar biasa tulisannya, semoga saya dapat konsisten untuk menyatukan tiga rangkai kekuatan jiwa yaitu Iman, Ikhsan dan Islam.

    ReplyDelete