Menjemput Jodoh


Menjemput Jodoh

Oleh: Sri Sugiastuti 

"Mba Narsi mana? Sudah dua hari ngga ikut gabung tadarus di masjid?" Bu Kanjeng clingak- clinguk mencari sosok Mba Narsi yang sering menjadi perhatiannya.

Di mata Bu Kanjeng,  Mba Narsi itu seorang perempuan tangguh yang sudah terhindar dari badai besar yang menyelimuti kehidupan keluarganya. Mba Narsi akhirnya berani ambil keputusan bercerai dan hidup bersama ketiga anaknya. Sementara sebagai ibu rumah tangga ia tidak memiliki income untuk memenuhi kebutuhannya. Solusi paling tepat adalah menjual aset  berupa warisan yang didapat dari orangtuanya.

"Saya menyesal Bu, hasil penjualan warisan hanya habis untuk membayar hutang di rentenir. Sekarang saya hidup dari belas kasihan saudara dan tetangga kanan kiri. Sebenarnya saya sudah tenang Bu, hidup di pondok, makan seadanya dan bisa lebih dekat dengan Allah. Tetapi  anak bungsu saya tidak mau tinggal dengan ayahnya, juga tidak mau tinggal di pondok pesantren. Akhirnya saya ngalah. Kembali ke Solo menempati 1 kamar milik adik saya." Bu Kanjeng mencerna apa yang disampaikan Mba Narsi.

Ternyata paket kehidupan setiap orang tidak selalu berjalan mulus. Bu Kanjeng merasa iba mendengar pengakuannya. Tetapi ia tidak bisa berbuat banyak.  Ia hanya bisa menyantuni seperti janda- janda duafa lainnya yang setiap bulan menerima sedekah dari Bu Kanjeng berupa sembako. Atau sekadar uang lelah bila mengantar Bu Kanjeng,  saat diperlukan.

Ingin rasanya Bu Kanjeng membantu Mba Narsi, agar kehidupannya lebih baik. Terbersit ide konyol Bu Kanjeng menjodohkan Mba Narsi dengan teman atau  saudara Bu Kanjeng. Namun, tetap ada keraguan. Masalah jodoh bukan perkara mudah. Salah bidik  malah jadi runyam. 

Bu Kanjeng jarang mengikuti berita Hot news yang sering beredar di grup RT, grup PKK, atau grup lain yang tidak terlalu penting. Jadi tidak heran jika ia banyak ketinggalan info yang kadang penting atau tidak penting. Contohnya saat tiba-tiba mendapat undangan dari salah satu takmir masjid yang mengundang tasyakuran menikahkan adiknya seorang duda dengan janda di lingkungan RT tempat tinggal Bu Kanjeng. Undangan yang disampaikan secara jawilan. (bisik- bisik) lewat  Pak Kanjeng semakin tidak jelas.

Undangan menjadi jelas saat Mba Narsi menguraikan bagaimana awal terjadinya pernikahan itu. 
"Mempelai pria itu orang Madiun, seorang duda yang istrinya meninggal minta dicarikan jodoh oleh Bu Fathonah, awalnya mau dikenalkan ke saya, tetapi saya tidak mau. Kasihan anak saya." jelas Mba Narsi 

Wah Bu Kanjeng semakin penasaran karena ada nama lain yang sangat asing di telinganya.Mba Narsi menyebut nama Mba Setyo yang nasibnya hampir sama dengannya.
" Jadi bagaimana ceritanya kok ada Mba Setyo, teman Mba Narsi yang menjadi pengganti? Padahal dia juga punya anak dan sudah punya usaha lain di rumahnya." cecar Bu Kanjeng. 

"Bu Fathonah yang mengenalkan. Dua kali ketemu lalu lanjut via WA dan akhirnya sampai di pelaminan. Semoga saja langgeng pernikahannya ya Bu," timpal Mba Narsi

Selang dua minggu pernikahan,  Mba Narsi dan Mba Setyo sering komunikasi. Intinya pernikahan Mba Setyo yang baru seumur jagung tidak seindah kenyataan. Ada yang dikorbankan. Siapa dia? Dia anak Mba Setyo yang kelas 10 SMA. Dia rela tetap di Solo bersama neneknya. Sementara Mba Setyo mengabdi pada suami dan anak tirinya, menyesuaikan dengan kehidupan baru yang mereka jalani. Tentu saja, ini bukan hal yang mudah.  Apabila suami Mba Setyo punya usaha toko kelontong dan lumayan sibuk. Mba Setyo juga merintis usaha laundry yang pernah ditekuni di Solo.
" Wah iku jenenge wong legan golek momongan" ( sama saja orang yang hidup bebas tetapi mencari kesibukan yang butuh perhatian seperti mengurus bayi)

Menyimak apa yang dikisahkan Mba Narsi, Bu Kanjeng hanya bisa introspeksi dan bersyukur. Ternyata Allah memberi ujian kepada hamba-Nya dengan berbagai cara. Bu Kanjeng jadi teringat dengan kajian yang disimak saat ia duduk manis di taklim. 

Sesungguhnya setiap manusia hidup lengkap dengan masalah yang dimiliki. Tetapi semua itu bisa teratasi bila mereka punya kunci untuk mengatasinya. Pertama punya tempat curhat yang bisa memberi solusi. Ya Allah lah tempat untuk berserah diri, dimana kita yakini bahwa pertolongan Allah akan datang bila kita berikhtiar dengan sungguh-sungguh.Kedua ketika kita bisa mengendalikan diri. Mereka lah pemenang kehidupan. Tidak mudah emosi, tidak mengumbar hawa nafsunya, berpikir positif, bersabar ketika tertimpa musibah,  dan selalu berbaik sangka kepada Allah. Sedangkan kunci yang Ketiga yaitu selalu ingat akan kematian.  Orang yang selalu ingat akan kematian dan pada akhirnya akan kembali kepada pemilik-Nya hidupnya akan tenang. Ingat bahwa apa yang sudah diperbuat itu akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan  Allah.

Semoga kita memiliki tiga kunci tersebut untuk menghadapi masalah yang ada dalam kehidupan kita masing- masing.

Surakarta Hadiningrat, 14 April 2023



Post a Comment

10 Comments

  1. Masya Allah tausiah subuh
    Alhamdulillah
    Terima kasih banyak Bunda Kanjeng 🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mengadakan riset kecil-kecilan dan introspeksi diri. Agar hidup seimbang.

      Delete
  2. Sisi lain kehidupan, ya Allah.... Semoga diberikan kekuatan. Amin....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin YRW. Banyak sekali orang di luar sana yang hidupnya secara sepintas kurang beruntung, tetapi kita tidak boleh melihat hanya dari luarnya saja.

      Delete
  3. Sebuah cerita yang penuh arti dan bermanfaat bagi kehidupan Bu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya Pak, bagaimana Allah memperlihatkan satu contoh kehidupan yang akan membuat kita semakin bersyukur dengan apa yang Allah berikan.

      Delete
  4. Replies
    1. Satu kisah inspiratif yang bisa kita pulang di sekitar kita.

      Delete
  5. Luar Biasa ceritanya bunda,. sangat menginspirasi. Ternyata masih banyak orang-orang diluar sana yang lebih menderita. Rasanya ingin menjadi Muslim yang diberikan rejeki banyak agar bisa membantu mereka yang kesusahan.

    Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada mereka dan kita semua agar kita senantiasa ingat kepada Sang pencipta. Amiin Allohuma Amiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, saya merasa semakin tua semakin peka dengan kehidupan di sekitar kita

      Delete