AMBARWATI
Sri Sugiastuti
Semilir angin dari jendela Mikrolet M 16 jurusan Pasar Minggu-Jatinegara, membuat mata Ambarwati lengket. kepalanya sesekali bergoyang dan menempel di bahu Pratiwi yang duduk di sampingnya. Ibu dan anak itu hampir seminggu sekali ke Pasar Jatinegara untuk membeli obat keperluan Ambarwati sebagai seorang Mantri Suntik di era tahun 80an ke bawah.
Biasanya sebelum membeli obat, mereka akan mampir makan siang di warung Soto Betawi atau kadang ke Warung Masakan Padang. Saat makan siang itu, Ibu dan anak sering berdiskusi dari mulai yang ringan hingga yang berat. Pratiwi yang saat itu masih SMP banyak belajar kehidupan dari sosok ibunya yang tegas, cerdas, penyayang, dan punya jiwa sosial yang tinggi.
Rasanya kebersamaan mereka baru saja, dan sosok Ambarwati selalu mengikuti kemana pun Pratiwi pergi. Apalagi saat Pratiwi sedih atau menghadapi masalah. Bayangan Ibunya yang tegar dan bisa keluar dari masalah seakan menjadi amunisi tersendiri hingga Pratiwi bisa tersenyum kembali.
Peristiwa itu yang sering bermain di bola mata Pratiwi saat ia rindu sosok ibunya yang tegar. Padahal kejadiannya sudah puluhan tahun yang lalu. Hubungan anak dan ibu itu memang sangat solid, walaupun setelah Pratiwi dewasa dan punya pemikiran sendiri, ternyata Ibunya juga manusia biasa yang tidak sempurna. Ambarwati punya kekurangan dan kelebihan dalam banyak hal.
Ambarwati sosok seorang ibu yang mewarnai kehidupan Pratiwi. Masa kecil Ambarwati sudah terekam sejak Pratiwi senang mendengarkan ibunya bercerita menjelang tidur. Kadang kisah itu didengarkan sambil tangan mungilnya memijati ibunya yang kelelahan.
Di tahun 60an Ambarwati punya julukan Bu Jeksi. Ada juga yang memanggilnya Bu Mantri Suntik. Dengan sepeda Jengki Phonik, ia keliling kampung mendatangi pasiennya. Ada tas yang berisi, obat, alat suntik, statescop dan Tensimeter sebagai modalnya untuk mengobati pasien yang didatangi. Ambarwati menekuni pekerjaan itu selepas ia berhenti jadi perawat di RSCM Jakarta.
Ambarwati terpaksa memilih berhenti bekerja di RSCM dengan banyak pertimbangan. Ia tidak tega meninggalkan tiga anaknya yang masih balita bila ia harus dinas malam. Bekerja di luar RS lebih leluasa karena pernikahannya hanya seumur jagung. Beban tiga anak ada di bahunya. Ada peristiwa yang tidak bisa dipahami Pratiwi mengapa Ibu dan Bapaknya harus berpisah.
Single parent jadi julukan Ambarwati saat ia harus membesarkan tiga buah hatinya. Ambarwati lebih leluasa mengais rezeki dengan membuka Balai Pengobatan di rumah dan berkeliling dengan sepeda onthelnya bila ada pasien yang tidak bisa datang ke kliniknya.
Kesibukan Ambarwati bukan hanya sebagai Bu Mantri Suntik. Ia juga punya usaha lain yaitu melayani teman dan saudaranya yang membutuhkan kain batik atau peralatan rumah tangga, dari mulai barang pecah belah, hingga furniture. Ia seorang ibu yang sangat bertanggung jawab terhadap keluarganya dan sangat besar jiwa sosialnya walaupun kadang terkesan galak, sebenarnya sikap tegas lah yang dimiliki.
Pratiwi masih ingat saat Ibunya marah karena ada pasien yang berobat di pagi hari dalam keadaan perut kosong.
"Sudah sarapan belum Bu?" Tanya Ambarwati singkat
"Belum,"jawab si pasien lemah
" Sudah saya ingatkan, kalau mau berobat pagi hari harus sarapan dulu, karena mau disuntik. Kalau dalam keadaan perut kosong nanti pingsan." Jelas Ambarwati dengan nada membentak.
Ia menuju ruang makan, sekejap ia kembali dengan membawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya dan segelas teh hangat.
" Ibu harus makan dulu sampai habis, nanti saya suntik dan saya beri obat. " Perintahnya
Sementara ia melayani pasien berikutnya. Kali ini pasien yang berobat tanpa membawa uang. Si Pasien cukup dengan pernyataan bahwa baru bisa membayar minggu depan. Tak heran bila hari Minggu Pratiwi kecil saat itu kelas 4 SD membawa catatan yang berisi nama dan nominal yang harus ditagih.
Ambarwati secara tidak langsung mengajarkan banyak hal pada anak sulungnya si Pratiwi. Bagaimana susahnya mencari rezeki. Bagaimana berkomunikasi dengan orang lain saat menagih utang, dan bagaimana kalau berterima kasih saat utang dibayar dan kadang diberi makanan atau buah dari orang yang didatangi. Kadang ada juga yang tidak memberi, karena uangnya digunakan untuk keperluan lain.
Dalam otak Pratiwi kecil, mulai terekam berbagai tempramen orang yang dikunjungi. Ia juga bisa membandingkan rumah- rumah yang dikunjungi. Ada rumah mewah, rumah kumuh, rumah sederhana yang tertata rapih. Isi kepalanya semakin pintar menyimpan memori yang baru saja dilihat dan alami.
Setelah uang terkumpul diserahkan kepada ibunya. Biasanya sang ibu langsung memperlihatkan kalau uang itu akan digunakan untuk membayar arisan, membayar uang sekolahnya dan adik- adiknya. Sebagian ada juga yang ditabung.
Ambarwati menyayangi ketiga anaknya sepenuh jiwa. Pratiwi, Dwi Lestari dan Gigih Saputra, tiga amanah itu yang Allah berikan pada Ambarwati. Sama dengan ibu yang lain, Ambarwati ingin nasib dan kehidupan ketiga anaknya harus lebih baik darinya.
Ambarwati merasakan bagaimana jadi yatim piatu saat masih remaja. Dimana ia membutuhkan sosok ayah ibu yang mendampinginya beranjak dewasa. Saat ia diasuh oleh Bude Santi, seorang pedagang beras dengan didikan yang keras. Ambarwati memang akhirnya tumbuh dengan kepribadian dengan latar belakang seperti itu. Ia tak ingin ketiga anaknya tidak memiliki sosok seorang ayah karena perpisahannya dengan suaminya.
Status janda pun melekat pada Ambarwati. Status yang tidak diinginkan. Banyak pria iseng yang menggoda dan melecehkan statusnya yang dianggap perempuan kesepian yang butuh kasih sayang. Ada yang pura-pura jadi pasien dan di tengah malam buta, ketok ketok pintu minta pertolongan.
" Ternyata menyandang status janda itu berat. Aku harus menikah lagi, supaya hidupku lebih terhormat dan anak-anakku punya status sebagai keluarga yang utuh."
Akhirnya Ambarwati dinikahi sebagai istri ke dua dari seorang laki-laki yang beristri dan beranak 5. Apa yang dicari dari seorang lelaki yang sudah beristri? Tidak lain adalah status. Ia bukan seorang janda, tetapi seorang istri dan anak- anaknya puny seorang ayah baru.
Ada yang tidak wajar dalam pernikahan Ambarwati dan Sutrisno. Saat Sutrisno datang melamar Ambarwati, ia tidak datang sendiri, istri dan 5 anak Sutrisno ikut melamar Ambarwati.
Pratiwi dan adik- adiknya saat itu masih di bangku SD dan diperkenalkan dengan Bude ( istri pertama Sutrisno) dan 5 saudara barunya. Anak- anak Sutrisno memanggil Ambarwati sebagai Bulek. Mereka jadi keluarga besar walaupun tidak dalam satu rumah.
Saat Pratiwi beranjak dewasa ia baru paham, mengapa Bude Maria rela dan ikhlas ikut melamar dan hadir saat pernikahan suaminya dan Ambarwati. Bude Maria memang tipe perempuan yang sabar dan sangat patuh dengan suami. Ia membantu keluarganya dengan berjualan gado- gado dan rujak. Ia juga merasa pendidikannya lebih rendah dari Ambarwati yang dianggap punya pemikiran yang modern dan lebih paham tentang pendidikan.
Ada satu alasan juga yang menguatkan hati Bude Maria saat ia mengizinkan suaminya menikah lagi. Saat ia melahirkan anak bungsunya, seorang bayi perempuan, bayi itu punya kelainan saat lahir. Ibu jari tangan sang bayi ada dua, seperti cabang pohon. Hal ini diyakini Bude Maria sebagai firasat bahwa anaknya akan memiliki ibu baru.
Kehidupan keluarga baru itu cukup harmonis, sepertinya banyak aturan yang tidak tertulis tetapi disepakati bersama. Mereka sering mudik bareng, saling berkunjung, berdiskusi tentang masa depan anak- anak. Kadang juga saling berbagi baju atau kebutuhan keluarga masing-masing.
Pratiwi masih ingat saat Bude Maria bermalam di rumahnya, ia tidur dikeloni Bude Maria, dan ada dongeng sebelum tidur. Dongeng si Kancil dan kecerdikannya jadi pengantar tidurnya. Kepandain Bude Maria dalam mendongeng membuat Pratiwi rindu untuk sering- sering dikunjungi. Terkadang bila libur tiba, Pratiwi dan kedua adiknya yang bermalam di rumah Bude Maria.
Bude Maria dan Ambarwati jadi dua sosok perempuan yang ikut mendewasakan Pratiwi. Dua perempuan dengan perbedaan yang mencolok dengan masing-masing kekurangan dan kelebihan mereka.
Bersambung
48 Comments
Keren banget joz Bu kanjeng
ReplyDeleteSiap belajar sepanjang hayat
DeleteAda tokoh baru rupanya yang jadi inspirator tulisan Bu Kanjeng kali ini. Semoga sang tokoh terus hidup dalam imajinasi supaya ada warna dalam kisah selanjutnya.
ReplyDeletePernak pernik kehidupan yang unik dan bagian dari paket yang Allah berikan agar kita cerdas dalam suasana apapun bisa melaluinya dengan tersenyum
DeleteWah Ibu memang top, keren
ReplyDeleteIbu Dayu mari kita merangkai kata bermakna agar pesan yang kita tulis sampai kepada pembaca, ada jejak bahwa kita pernah hidup.
DeleteWow....cerita selanjutnya seger a ya bun...bikin penasaran
ReplyDeleteBismillah semoga mengalir sampai jauh dan menginspirasi pembaca
DeleteSosok yang tangguh bu ambarwati. Mantap bu kanjeng
ReplyDeleteBanyak sosok yang ada di sekitar kita yang bisa jadi panutan
Deleteini seru bangeeerrrr Bu...
ReplyDeleteSaya perlu banyak tanya sama sosok yang menciptakan tokoh pratiwi!
Ayo Pak kita belajat bareng
DeleteVery nice
ReplyDeleteThanks bingits
DeleteLuar biasa. Saluy
ReplyDeleteThank you my dear
DeleteBersambung ceritanya... Mantap bun..
ReplyDeleteSmg.menginspirasi
DeleteBagus banget bunda karya2 nya
ReplyDeleteMasih belajar ini, berharap bisa jdi nobel utuh
Deletesaya tunggu klnjutannya bun😆
ReplyDeleteSiap grak
DeleteJadi banyak belajar membuat cerpen nih.. Terima kasih bunda
ReplyDeleteAyo Bu pasti punya karakter tulisan tersendiri..saya tunggu karyanya
DeleteIbu memang luar biasa. Ibu akan selalu berusaha untuk melakukan apapun demi kebaikan anak-anaknya...
ReplyDeleteItu.pesan penting dalam tulisan ini
DeleteLuar. Biasa bund..
ReplyDeleteBegitu mulia ya bude maria.. Jarang ada wanita mau mnghadiri pernikahan suaminya.. Tp beliau.. . .. Waaw..d tunggu kisah slnjutnya..
Selalu ada kisah menarik yang bisa saya pelajari
DeletePesannya sangat dalam bu Kanjeng..
ReplyDeletePaket kehidupan yang dijalani setiap orang punya warna yang berbeda
DeleteTiap langkah pikiran bunda sll beri motivasi kuat pd pembaca
ReplyDeleteBe strong dan survive
DeleteSiiip .....
ReplyDeleteSemakin sip diberi krisan
Deleteinspiratif bunda, jiooos 👍👍
ReplyDeleteAyp,mana tulisannya Pak?
DeleteSyukaaaaaa deh sm ceritanya
ReplyDeleteBunda emg T O P
Alhamdulillah
DeleteAlur ceritanya mengalir halus dan enak dibaca, ga sabar baca kelanjutan ceritanya..
ReplyDeleteSiap
DeleteAkankah ambarwati tetap single parent sampai anak2x dewasa...di tunggu kelanjutannya..
ReplyDeleteAmbarwati sudah menikah dengan suami orang, ayo disimak lg
DeletePenasaran kelanjutan nya bunda👍👍
ReplyDeleteTunggu ya
ReplyDeleteTerima kasih bu kanjeng. Banyak hikmah yg saya pelajari dalam tulisan ini. Ayo terus menulis.
ReplyDeleteWow, keren Bun. 👍👍🤩🤩
ReplyDeleteLuar biasa menarik bu Kanjeng. Sehat selalu
ReplyDeleteKisah bila diberi kasih dalam visual kata2nua ya kayak gini.. luarrr biasa...syalut Bu...mmotivasi bg kami yg pemula2 ini
ReplyDelete