ESENSI MALU




ESENSI MALU 
( Edisi Ramadan)

Oleh.: Sri.Sugiastuti

"Saudaraku...
Marilah kita senantiasa istiqamah dalam menjaga ketakwaan kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dan hendaklah kita benar-benar merasa malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Hendaknya kita senantiasa menyadari bahwa ada malaikat yang diutus Allah ‘Azza wa Jalla untuk mencatat semua amal kita. Malaikat itu senantiasa mendengar dan melihat apapun yang kita lakukan meski sangat rahasia dan tersembunyi. Janganlah sekali-kali kita berbuat kemaksiatan dengan anggapan tiada yang tahu sama sekali. Karena malaikat yang diutus oleh Allah ‘Azza wa Jalla untuk mengawasi selalu tahu dan terus mencatat segala perbuatan kita."

Rangkaian kalimat di atas jadi bagian asupan gizi rohani yang mengingatkan agar Bu Kanjeng senantiasa merasa malu kepada  Allah.

Mengapa? "Sesungguhnya sifat malu termasuk di antara sifat terpuji yang sudah ditinggalkan oleh banyak orang. Padahal sifat ini bisa mendatangkan banyak kebaikan bagi orang yang bersifat dengannya serta membentenginya agar tidak terjerumus dalam perilaku buruk." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ
“Sesungguhnya rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan.” (HR. Bukhari).

Bu Kanjeng pun merenung dan berusaha memahami hadis ini.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengabarkan bahwa malu merupakan bagian dan cabang dari keimanan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
“Iman memiliki tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih. Yang tertinggi adalah ucapan laa ilaaha illallaah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu itu salah satu cabang dari keimanan.” (HR. Muslim).

Ternyata rasa malu itu salah satu cabang dari keimanan. Sebagai orang yang beriman wajib hukumnya memiliki rasa malu kepada  Allah dan harus senantiasa menjaga agar tidak melakukan perbuatan yang memalukan.

Masih berkaitan dengan Esensi Malu, 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertemu dengan seseorang yang sedang mengingatkan atau mencela saudaranya yang pemalu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنْ الْإِيمَانِ
“Biarkan dia, karena sesungguhnya malu itu adalah sebagian dari iman.” (HR. Bukhari).

Bu Kanjeng tersenyum membaca hadis tersebut. Karena ada kalimat yang muncul plesetannya. " Bagus itu malu tetapi jangan malu-mulin ya ( memalukan)

Bu Kanjeng juga menyimak  apa yang dikatakan Ibnul Qayyim rahimahullah, “Kata al-Haya’ berasal dari (satu kata dasar dengan) al-hayat (kehidupan). Oleh karena itu, hujan juga disebut al-haya (pembawa kehidupan). Kadar rasa malu seseorang sangat tergantung dengan kadar hidupnya hati. Sedikitnya rasa malu merupakan indikasi hati dan ruhnya telah mati. Semakin hidup hati seseorang, maka rasa malunya akan semakin sempurna.”

Hadis ini lebih jelas lagi ketika menerangkan apa itu esensi dari rasa malu.
"Wah semakin diyakini dan diresapi ternyata semakin asyik." Kata batin Bu Kanjeng. 
Rasa malu itu ada dua yaitu malu kepada Allah dan malu kepada manusia.

Pertama: Malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla maksudnya merasa malu dilihat Allah ‘Azza wa Jalla saat melakukan perbuatan maksiat. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اسْتَحْيُوا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ قَالُوا : إِنَّا نَسْتَحِي يَا رَسُولَ اللَّهِ , قَالَ لَيْسَ ذَلِكَ وَلَكِنْ مَنْ اسْتَحَى مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا حَوَى وَلْيَحْفَظِ الْبَطْنَ وَمَا وَعَى وَلْيَذْكُرِ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَقَّ الْحَيَاءِ
“Hendaklah kalian benar-benar merasa malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” Para sahabat menjawab, “Kami sudah merasa malu, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda, “Bukan itu maksudnya, akan tetapi barangsiapa yang benar-benar merasa malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla maka dia harus menjaga kepala beserta isinya, menjaga perut beserta isinya dan dia terus mengingat kematian. Orang yang menginginkan akhirat, dia pasti akan meninggalkan keindahan dunia. Barangsiapa melakukan ini berarti dia benar-benar merasa malu kepada Allah.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Bu Kanjeng merenung lagi sambil meresapi tiap kalimat yang tertera di dalam hadis tersebut. Digarisbawahi bahwa sesungguhnya  urusan malu.itu harus menjaga kepala beserta isinya.
 dan menjaga.perut dan isinya.Yang
 terpenting juga harus selalu mengingat kematian. 

Semoga Bu.Kanjeng tetap rajin dan haus ilmu untuk dipelajari terus-menerus.

Berlomba dalam kebaikan dan muhasabah diri

Ramadan 24, 1442 H

Post a Comment

0 Comments