DOK PRIBADI
Memancing Versus Menulis
Oleh : Sri Sugiastuti
Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah tenang dan sabar.”
– Umar bin Khattab -
Tidak seperti biasanya Pak Blantik Literasi yang biasanya ceria, kali ini wajahnya terlihat seperti kertas yang baru saja diuntel-untel. Bisa juga dikatakan seperti baju yang belum disekrika. Pasalnya ia sedang mogok menulis. Loh kok bisa, orang sekelas Pak Blantik Literasi mogok menulis. Bunda Telly sang murid pun dibuat terheran- heran.
"Pak mau kemana ?" Sapa Bunda Telly. Selalu ada Bu Kanjeng yang dalam kehidupan Literasi mereka. Kadang dua sosok yang lain pun ikut nimbrung. Siapa lagi kalau bukan Pak Daeng dan Pak Kanjeng yang sudah lansia, tetapi untuk urusan ilmu dan kebaikan tak mau ketinggalan. Masih tetap merasa berguna dan siap menjadi pendamping setia istrinya.
"Saya mau memancing, malas menulis. Sudah berlama-lama menyiapkan tulisan dan diposting di blog RVL, lah kok yang membaca hanya 4 orang dan sepi komentar. Padahal tulisan saya berbobot dan perlu loh. Ada tulisan yang dari kisah nyata, tulisan motivasi, tulisan berbau sastra, sampai tulisan yang dilengkapi dengan berbagai teori. Budaya membaca bangsa kita ini memang masih lemah." Pak Blantik ngedumel, sambil menyiapkan peralatan mancing.
Weleh Bu Kanjeng yang ada di samping Bunda Telly hanya bisa bengong mendengarnya. Ada ya orang mogok menulis dan berpaling dengan memancing hanya karena sepi pengunjung. Dan tulisannya merasa tak ada gunanya.
Wah ada apa dengan Pak Blantik yang tiba-tiba mogok menulis. Lah kalau mogok, bagaimana dengan penulis yang lain. Bu Kanjeng jadi meragukan kesabaran dan kebesaran hati Pak Blantik Literasi.
Bu Kanjeng teringat, dia pernah membaca bahwa sesungguhnya menulis itu membutuhkan kesabaran. Mengapa? Karena harus menuturkan tulisan melalui sistematika yang tepat dan alur yang logis, sehingga tulisannya bisa dipahami pembaca. Semua itu butuh proses. Seharusnya Pak Blantik merefleksikan diri ada apa dengan tulisannya? Atau jangan kendor untuk menulis karena semua tulisan akan ada takdirnya.
Hari ini Pak Blantik Literasi ditemani Bunda Telly dan Pak Daeng memancing di tepi pantai. Pak Kanjeng dan Bu Kanjeng pun tak mau ketinggalan. Sementara Para bapak memancing, Bunda Telly dan Bu Kanjeng mencari ide menulis dari luasnya samudera kehidupan, dan juga luas laut yang ada di hadapan mereka. Dua ibu itu berharap dari keindahan laut, suasana pantai dan suasana kebersamaan bisa memulungnya menjadi tulisan yang memotivasi dan menginspirasi pembaca. Atau setidaknya untuk sarana healing.
Sudah hampir 3 jam ikan hasil pancingan Pak Blantik dan Pak Kanjeng tidak terlalu menggembirakan.
"Wah ternyata memancing pun hasilnya hampir sama dengan menulis. Setelah menunggu hasil memancing, ikan yang didapat cuma 3 ekor." Ujar Bunda Telly.
Sementara hasil memancing Pak Kanjeng lebih banyak dan membanggakan. Bu Kanjeng terlihat riang. Mungkin keberuntungan yang diperoleh Pak Kanjeng seakan menjawab bahwa ketekunan dan kondisi tenang saat memancing sangat diperlukan. Sedangkan Pak Blantik hati nya masih galau karena tulisannya di blog sepi pengunjung dan juga niatnya yang mogok menulis, menghantui benaknya. ikan-ikan pun menjauh darinya.
Bunda Telly juga mengamati hasil ikan yang dipancing Pak Daeng. Ternyata lebih banyak hasil nya. Sepertinya berbanding lurus dengan sikapnya yang tenang dan yakin akan apa yang sudah menjadi takdirnya. Kesabaran Pak Daeng saat memancing memang tidak diragukan.
Melihat hasil memancing 3 Bapak tadi sejatinya modalnya ada pada kesabaran dan suasana hati para pemancing. Begitu juga dengan menulis. Mengapa harus mogok dan konyol.
"Memancing dan menulis itu bisa seiring sejalan karena sama-sama membutuhkan kesabaran. Sabar ketika tulisannya belum mendapat apresiasi. Sabar bila komentar pembaca cuma basa-basi, sabar juga bila grafik di blog naik turun. Intinya kita harus ingat bahwa menulis itu memang butuh kesabaran. Keikhlasan dan yang terpenting Istikamah dalam menulis." Pak Daeng ikut nimbrung agar Pak Blantik menghentikan mogok menulis.
Bunda Telly dan Bu Kanjeng pun melupaksn masalah menulis sejenak. Mereka lebih fokus pada ikan yang akan dieksekusi siang ini.
"Hasil memancing ketiga bapak ini lumayan banyak. Sebaiknya kita goreng dan buatkan sambal dabu-dabu plus nasi hangat. Semoga setelah makan Pak Blantik mencabut aksi mogok menulisnya, kita pun akan dibuat bahagia dengan tulisan Pak Blantik. Semoga kita juga rajin membaca tulisan Pak Blantik dan ingat akan satu ayat pertama yang kepada Nabi Muhammad SAW. " Iqra." yang memiliki manfaat buat kita semua."
Surakarta Hadiningrat, 11 November 2022.
18 Comments
Terima kasih Bu kanjeng,tulis mantap dan banyak yang saya petik
ReplyDeleteAlhamdulillah tetap semangat menulis
DeleteHalus banget...
ReplyDeleteSy termasuk yang harus belajar sabar. Sabar merawat semangat menulis dan membaca serta komen tulisan orang lain.
Terima kasih....
Iya Bu Mien dapat ide saat anak lanang kirim foto hasilnya memancing
DeleteSemangat selalu bu Kanjeng
ReplyDeleteAyo saling menyemangati
DeleteTulisan yang halus dalam rangka mengingatkan kita untuk selalu saling berkunjung di blog keluarga besar penulis RVL
ReplyDeleteMasih berusaha terus menyalakan semangat literasi pada diri sendiri.
DeleteTulisan indah. Reflektif dan sarat makna.
ReplyDeleteMatur nuwun Prof sudah berkunjung
DeleteKeren...berbagi cerita. Betul sekali kalau sdh mogok menulis . Harus refresing dulu biar datang ide2 untuk menulis. Semangat untuk berliterasi
ReplyDeleteBenar Mak, kadang rasa malas menggelayuti diri kita.
DeleteTulisan dalam bentuk seperti ini saya suka. Intinya sabar.
ReplyDeleteLeres Bu Yanti..sabar kunci kesuksesan.
DeleteWahhhh istiqomah menulis ya Bu
ReplyDeleteHarus Bun
DeleteSelamat pagi Ibu Sri,( Bu Kanjeng), saya belakangan ini mencoba hal baru di blog keroyokan Kompasiana; di sana rasanya ramai sekali dan sangat kuat nuansa kompetisi siapa terbaik dalam versinya... menarik... (Roni)
ReplyDeleteLanjutkan semangat menulisnya. Saya sedang berusaha menulis dengan tokoh rekaan
Delete