DOLOPO


Kata Dolopo sudah tidak asing lagi sejak Bu Kanjeng punya.besan yang berasal dari Delopo nama sebuah kecamatan yang ada di Kabupaten 
Madiun. Tepatnya  37 Km ke arah selatan Madiun perbatasan dengan Ponorogo.

Kali ini di saat pandemi Bu Kanjeng punya kesempatan untuk kesekian kali berkunjung ke Delopo. Tentu saja sangat disyukuri. Tanpa rencana. Ini bagian kodratullah dan atas izin-Nya. Alhamdulillah tinggal nunggu jemputan dan duduk manis di barisan tengah yang meluncur di jalan tol dalam 2 jam sudah tiba di lokasi.

Tujuannya apa lagi kalau bukan silahturahmi dan ngerabuk nyowo. Suasana rumah besan Bu Kanjeng di Delopo tidak jauh dari jalan raya. Rumahnya terkesan luas maklum rumah peninggalan seorang kolonel zaman dulu. Ada rumah induk juga  beberapa bangunan rumah dari anak-anaknya.

Setiap kali Bu Kanjeng kesana pasti untuk momen berbeda. Saat melamar, menikahkan anak sulungnya, silahturahmi saat Hari Raya, dan even-even tertentu. Kali ini bertepatan dengan peringatan 40 hari
meninggalnya salah satu keluarga dekat besan Bu Kanjeng.

Libur 3 hari bisa dimanfaatkan untuk bergabung. Bu Kanjeng perlu merefresh bahkan flash back beberapa peristiwa yang pernah dijalani. Alhamdulillah masih ada nikmat sehat dan sempat untuk berkunjung sekaligus menyambung tali silahturahmi. 

Ketika mobil parkir di halaman cukup luas sudah terlihat 4 mobil yg lebih dulu  parkir. Pertanda sudah berdatangan tamu sebelumnya. Arti para tamu sudah punya kapling di kamar-kamar yang ada di dalam  rumah tersebut. Langsung tas  dan bawaan masuk kamar. Setelah itu  Bu rKanjeng asyik ngobrol sambil membantu menata hantaran untuk keperluan 40 harian.

Tentu saja kegiatan itu sudah sering dilakukan saat Bu Kanjeng tinggal bersama mertuanya sebelum pindah ke Solo. Kegiatan yang membuat seluruh badan pegal. Bu Kanjeng tidak bisa memaksakan diri. Ia mundur dan merebahkan badannya nyusul cucunya yang sedang asyik dengan gawainya. Alhamdulillah ia bisa rehat.

Acara kenduri di masa covid-19 itu memang berbeda. Hanya beberapa bapak yang mewakili untuk kirim doa. Sedang hidangan atau hantaran diantar ke tetangga kanan kiri dan kerabat alhamdulillah lancar jaya cuaca mendukung. Pekerjaan juga acara  segera  selesai. 

Usai makan malam bersama. Ngobrol santai berlanjut. Masing- masing membuat kelompok sesuai dengan  yang ingin dibahas. Maklum kalau sudah  kumpul keluarga ada saja yang dijadikan bahan obrolan.  Dari mulai kuliner,nostalgia makanan jadul, permaian waktu kecil, bahkan sampai kisah horor.

Dari berbagai kelompok yang ngobrol di tempat yang berbeda dalam rumah yang besar itu, makin lama berkurang. Satu persatu izin rehat karena memang sudah malam. Bu Kanjeng pun sudah mulai menguap.

"Uti mau sare di kamar mana yang kamar ethan, apa kulon?" Sang mantu memberi 2 pilihan. Sebenarnya tas Bu Kanjeng ada di kamar etan, disana ada 2 dipan, suasananya agak redup dan lembab, terasa dingin. Dan kesan jarang digunakan.

"Uti pilih kamar kulon ya, tempat tadj siang gleyeh," jawab Bu Kanjeng spontan. Diambil lah tas dan perlengkapan lainnya.  Bu Kanjeng  berbagi kamar dengan cucu perempuannya yang berusia 14 tshun kelas 8 mtsn. 

Bu Kanjeng tidak segera terlelap, dipandangi  flapon gypsum dan sesekali mengamati lemari ukir 3 pintu. Ia membandingkan dengan kamar  etan yang sebelumnya disinggahi. Suasananya berbeda, di kamar kulon terang benderang dan terasa hangat.

Pilihan Bu Kanjeng tidak salah. Akhirnya setelah berdoa dilengkapi dengan membaca ayat kursi, ia pun terlelap. Alhamdulillah kebiasaan terjaga di tengah malam pun berlaku. Namun Bu Kanjeng tidak berani keluar kamar, sementara toilet lumayan jauh. Harus melewati kamar etan. Setelah azan subuh berkumandang Bu Kanjeng baru berani buka pintu menuju toilet sekaligus berwudhu.

Kokok ayam Bangkok dari kebun sebelah terdengar nyaring. Setelah itu  kehidupan pagi di rumah besar berlanjut. Masing-masing punya kepentingan, usai mandi  mereka berjejer melanjutkan obrolan yang semalam  sempat jeda. Sambil menikmati minuman hangat sesuai selera. 

Nah, obrolan mulai menghangat lagi saat bercerita bagaimana tidurnya semalam. Wah ternyata beda- beda ceritanya. Ada yang langsung terlelap, ada yang tidak bisa tidur karena larut dan ngobrol dilanjutkan di kamar. Kumpul keluarga memang sering membuat orang jadi begadang.

Tiba-,tiba Ndaru anak sulung Bu Kanjeng nyeletuk.
"Aku seh ngga isoh turu, neng kamar etan kamare  Om Widodo, muni gamelan ngga mandek- mandek."( saya tidak bisa tidur di kamar Om Widodo terdengar suara gamelan terus menerus.
Bu Kanjeng yang kurang peka, alhamdulillah tidak jadi tidur di kamar etan. Bu Kanjeng pun merinding.

Bu Wiwik yang menempati rumah sebelah kanan rumah utama pun akhirnya nyambung. Ia bercerita bahwa ada temannya yang memang bisa melihat makhluk lain mengatakan bahwa rumah utama itu ditempati oleh banyak makhluk halus. Dan di bagian pendopo itu tempat pertemuan mereka para makhluk halus.

Mengapa di kamar etan terdengar suara  gamelan? Karena ruangan itu dulunya digunakan untuk latihan karawitan dengan gamelan lengkap. Kamar itu memang kosong digunakannya bila ada tamu. Sedangkan kamar kulon, kamar milik Bu Ida yang tiap hari digunakan. Di sudut kamar lengkap ada selembar sajadah terbentang dengan perlengkapan salat termasuk alquran, tasbih dan beberapa buku agama.

Karena Bu Kanjeng ngobrol di teras yang menghadap rumah besar tak jauh beda dengan rumah keluarga besannya. Bu Kanjeng jadi ingat tentang kisah di balik rumah itu yang konon cukup angker. Mantu Bu Kanjeng salah satu orang yang rada peka. Ia bisa melihat makhluk lain yang ada di sekitar rumah angker itu.

"Itu halte para lelembut Ti, ada semacam kegiatan mereka di sana." Jelasnya saat Bu Kanjeng bertanya.

Waduh pagi- pagi sudah berkisah masalah hantu yang ada di dunia lain. Bu Kanjeng merasa bersyukur karena tidak diberikan kemampuan melihat makhluk halus yang ada di sekitar. Jadi kesannya seperti tidak percaya padahal ada.


Catatan tercecer 
Ahad 14 Februari 2021.

Post a Comment

0 Comments