Oleh Sri Sugiastuti
Apakah angka bisa jadi ukuran kebahagiaan? Angka yang mana
dan digunakan? Untuk apa Bu Kanjeng mengajukan pertanyaan itu? Dua pertanyaan
itu perlu dicermati. Karena yang dimaksud Bu Kanjeng adalah 33 tahun usia
pernikahannya.
Di saat pandemik covid 19 mendunia dimana kebanyakan yang terkena para lansia
yang rentan dan daya imunnya rendah. Bu Kanjeng mencoba flashback sejenak mengingatkan
dirinya bahwa Oktober kemarin tahun 2019
tak terasausia pernikahannya sudah beranjak di angka 33 tahun.
Batinnya bertanya . Apakah pernikahannya sudah bisa
dikatakan Sakinah Mawadah warohmah (samara)? Yang paling paham tentu saja Bu
Kanjeng dan Pak Kanjeng. Kata orang Jawa Sawangsinawang
Ya kita sering menilai atau
memperkirakan orang lain hidupnya lebih bahagia dari kita.
Menyoal keluarga Sakinah, Mawadah dan Warohmah itu banyak
indikator nya. Untuk bisa mencapainya, ukurannya bukan lamanya usia pernikahan.
Penjelasan itu pernah didengar Bu Kanjeng dalam satu forum pengajian.
Indikator keluarga itu disebut sakinah, mawadah, warohmah
bila suami dan istri memiliki ikatan hati dan keluarga yang kuat,
menegakkan sholat berjamaah, gemar menjalin silaturahimi, gampang berbagi untuk
orang tua, mertua, dan senantiasa ada
kebersamaan dengan pasangan.
Apakah itu hal yang mudah? Untuk mewujudkan keluarga yang “samara”
tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setiap pasangan
suami-istri harus memiliki visi yang sama. Jika memiliki visi yang sama, maka
langkah untuk mewujudkannya lebih mudah.
Itu asa yang dimohonkan Bu Kanjeng kepada Allah.
Di dalam Al Quran untuk penguatan pembentukan pasangan “samara
“ ada di ayat: "Wahai sekalian manusia bertaqwalah kepada Rabb mu yang telah
menciptakan kalian dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan
pasangannya, dan dari keduanya Allah memberikan keturunan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan)
nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain , dan (peliharalah) hubungan
kasih sayang. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian”. (Qs.
An-nisa:1).
Bu Kanjeng hari ini berusaha merefresh lagi doa yang diamini
dan menjadi pegangannya hingga kini. Doa yang terdengar saat ia dan Pak Kanjeng
berhadapan dengan Pak Penghulu 33 tahun lalu.
Doa Rasul di saat ada pernikahan.
“Barokallahulaka, wa baroka’alaika, wajama’a
bainakuma fii khoir” yang artinya “Mudah-mudahan Allah memberkahimu, baik
ketika senang maupun susah dan selalu mengumpulkan kamu berdua pada kebaikan.”
Ya. Dari doa tersebut, Bu Kanjeng bisa memahami bahwa Rasul tidak mengatakan supaya suatu
keluarga jadi kaya-raya, melainkan agar diberkahi Allah SWT. Maksudnya berkah
adalah hidupnya selalu dilindungi , rezekinya tercukupi dan bisa membawa
kebaikan.
Alhamdulillah dengan bergulirnya waktu Bu Kanjeng tetap
masih berharap dan mendamba Keluarga sakinah (Penuh Ketenangan)
Sakinah memiliki arti ketenangan, kedamaian, ketentraman, dan keamanan. Upaya
untuk mencapai keluarga sakinah
keluarga yang penuh kedamaian pasti ada seni dan juga suka duka.
Sebenarnya pasangan suami istri harus bisa menjalani
hidupnya sesuai dengan prinsip keimanan, saling menyayangi satu sama lain,
menerima kekurangan masing-masing, dan saling melengkapi. Indahnya Islam
mengatur semuanya.
Bu Kanjeng juga merindukan Keluarga mawaddah (Saling Mencintai). Mendambakan keluarga yang
penuh rasa cinta. Keluarga yang mawaddah berarti keluarga yang kehidupannya
diliputi dengan cinta dan penuh harapan. Kadang dalam setiap keluarga bentuk
atau wujud dari rasa cinta itu pasti berbeda. Harapannya suami-istri bisa
saling mencintai, maka insyaAllah rumah tangganya akan terasa lebih indah,
harmonis, dan langgeng.
Bu Kanjeng juga ingin meraih keluarga yang ramah, keluarga
yang saling menyayangi dan dirahmati Allah SWT. Karena sejatinya Wa Rahmah merupakan kelanjutan dari mawaddah (cinta), dimana Wa berarti “dan”, Rahmah berarti “rahmat atau karunia atau anugerah Allah
SWT”. Rahmah juga bisa
didefinisikan sebagai kasih sayang.
Di angka 33 tahun Bu Kanjeng hidup bersama Pak Kanjeng.
Ia masih memeluk orang - orang yang
disayang dalam untaian doa. Sungguh itu menjadi kekuatan tersendiri bagi Bu Kanjeng agar kelak sampai di titik husnul
khotimah.
"Terima kasih ya
Allah untuk semua hidayah inayah dan limpahan kasih sayang-Mu. Masih Kau
izinkan aku bersama dalam rasa permen ajaib-Mu. ".
Bu Kanjeng jeda sejenak sambil mensyukuri apa yang ada di
depan matanya. Saat melanjutkan perjalanannya di dunia di tahun 2020 atau tahun
1441 H, Bu kanjeng memang harus lebih banyak bersyukur. Ia berusaha mencari hikmah
di balik wabah covid 19 kali ini yang tak kunjung usai.
#33tahunmenuabersamapakkanjeng
#Solo19oktober2019
#Refleksihatisaatcorona
#Catatanhatipenyemangatdiri
#Duniamelawancorona
Bersambung
16 Comments
Barakallah.... Sudah 33 tahun pernikahannya, Bu Kanjeng... Nderek bingah..
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Lina
DeleteAlhamdulillah wa syukurillah insyaAllah di usia yg penuh berkah
ReplyDeleteBarokallah ibu... 😍😊👍
ReplyDeleteAamiin YRA
Deletesiiiplah bun..
ReplyDelete👍👍👍
Matur nuwun
DeleteSelamat yaaa. Angka cantik 33
ReplyDeleteDouble 3
DeleteAlhamdulillah. Semoga senantiasa berlimpah barakah. Amin.
ReplyDeleteAamiin YRA
DeleteSemoga tetap harmonis dan bahagia. Salam keluarga bahagia bu Astuti..
ReplyDeleteTerima kasih.Pak.Agung
DeleteSalam juga untuk keluarga
Subhanallah indahnyaaa... Bikin iri.. . Tp iri yg positif ya Bun...
ReplyDeleteYuk kita raih.Samara
ReplyDeletewah tak terasa. suka duka asam manis asin dunia kepuarga pasti dah di lalui.
ReplyDelete