Kisah Inspiratif Malik Bin Dinar ( Ramadan 2)
Oleh: Sri Sugiastuti
Alhamdulillah lisan dan hati selalu bersyukur ketika berjumpa dengan bulan Ramadan nan mulia dan hebat ini. Bu Kanjeng dan hamba Allah yang lain diberi kesempatan mempertanggungjawabkan ibadahnya kepada Allah Swt.
Bu Kanjeng menyadari saat kultum di hari ke 2 Ramadan ia diingatkan bahwa Iman dan Islam itu nikmat terbesar yang diterima dan harus dijaga. Ini merupakan anugerah yang wajib dipelihara dan berupaya mendekatkan diri pada Allah dengan cara ikhlas.
Ketika salat kita berikrar bahwa hidup dan mati kita hanya untuk Allah. Walaupun dalam kenyataannya ada banyak ujian. Bagaimana kita bisa mengelola ujian? Bagi orang yang beriman kuncinya adanya harapan bahwa rasa syukur dan sabar kelak akan berbuah menjadi kebaikan.
Bu Kanjeng asyik menyimak saat kultum bada subuh disampaikan di hari ke 2 Ramadan Pak ustadz lanjut ke materi inti dengan menyampaikan kisah Malik bin Dinar yang sangat menginspirasi.
Siapakah Malik bin Dinar yang hidup di masa tabiin. Beliau seorang ulama yang belajar dari sahabat Rasul. Mereka tidak dikader atau disiapkan tetapi semua karena petunjuk Allah.
Dikisahkan Malik bin Dinar dari dunia hitam. Pemuda yang kesehariannya bergelimang dosa. Ia mabuk berjudi dan berakhlak buruk. Sampai pada suatu hari ia ingin menikah. Setelah menikah ia mendapat anak yang diberi nama Fatimah. Ia mulai sadar bahwa selama ini banyak berbuat maksiat. Fatimah telah mengubah hidupnya.
Suatu saat, Fatimah pernah melihat ayahnya memegang segelas khamar maka ia mendekat dan menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajunya. Padahal, usianya belum genap dua tahun. Begitulah Allah SWT telah mengatur segalanya.
Dikisahkan pula bahwa Allah berkehendak lain. Satu tahun kemudian, tepat di usia tiga tahun, Fatimah diambil kembali oleh Sang Khaliq. Kematian buah hatinya itu menjadi pukulan telak bagi Malik.
Kepergian anaknya menjadi duka mendalam dan goncangan dahsyat. Ia kembali ke dunia hitam, bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Ia mengaku belum memiliki kesabaran sebagaimana idealnya seorang mukmin. Setan punya andil besar menggoda imannya.
Datanglah masa ketika setan membujuk tokoh yang pernah berguru ke Anas bin Malik itu untuk menenggak minuman haram sepanjang malam. Minuman itu membuat dirinya tertidur lelap dan bermimpi mengerikan. “Aku melihat hari kiamat,” katanya mengungkapkan.
Ia pun mengisahkan bunga tidurnya tersebut. Matahari gelap, lautan menjelma menjadi api. Bumi bergoncang. Segenap anak Adam berkumpul ketika itu secara berkelompok. Malik berada di tengah-tengah kelompok itu.
Suara misterius memanggil satu per satu segerombolan orang tersebut. Ia melihat wajah seseorang yang dipanggil menuju Sang Khaliq, begitu kelam. Tiba-tiba, giliran suara itu memanggil namanya agar menghadap Tuhan. Padang Mahsyar yang semula penuh sesak, tak satu pun terlihat. Semua lenyap, menyisakan dirinya seorang.
Dalam mimpi itu, ia melihat seekor ular besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar dan membuka mulutnya, seolah ingin menerkam. Ia berlari ketakutan. Di tengah pelariannya, Malik melihat seorang laki-laki tua yang lemah dan meminta tolong kepadanya. “Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!”
Si tua itu menolak lantaran tak kuasa, dirinya sangat lemah. Ia hanya menyarankan agar Malik berlari ke suatu arah dengan harapan selamat. Saran itu ia ambil dan tak disangka justru di depannya terdapat jurang api yang membara.
Sementara, ular itu masih berada di belakangnya. Ia bingung bukan kepalang. Malik harus melarikan diri dari ular dan menghindar dari api. Ia lantas memutuskan berlari cepat kembali ke orang tua untuk meminta bantuan.
Si tua renta itu kembali menolak sambil menangis menunjukkan ketidakmampuannya. Ia menyarankan Malik agar berlari menuju gunung. “Aku lemah seperti yang engkau lihat,” katanya.
Malik berlari sekencang mungkin ke arah gunung agar terhindar dari ular yang hendak memangsanya. Di atas gunung, ia melihat anak-anak kecil dan mendengar teriakan. “Wahai Fatimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”
Malik bin Dinar kaget bercampur bahagia. Fatimah yang meninggal di usia tiga tahun berada di tengah-tengah anak-anak itu dan akan menyelamatkan dirinya dari situasi mengerikan ini. Fatimah memegang tangan sang ayah dan mengusir ular dengan tangan kirinya. Sang ayah tak berkutik, ia laksana seonggok mayat yang ketakutan.
Fatimah lantas duduk di pangkuan sang ayah, sebagaimana di dunia dulu kemudian berkata, “Wahai Ayah, belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah. (QS al-Hadid [15]: 16).
Sang Ayah meminta penjelasan buah hatinya perihal ular dan kakek tua renta. Fatimah menjelaskan, ular merupakan amal keburukan yang dilakukan sang ayah yang dibesarkan dan tumbuh hingga nyaris menerkamnya.
Sedangkan lelaki lemah, merupakan wujud dari amal saleh yang tidak pernah dipelihara hingga ia sendiri menangis. Fatimah pun bergumam, seandainya saja ia tidak terlahir di dunia dan meninggal di usia balita, tentu tidak akan bisa memberikan manfaat kepadanya. “Tahukah engkau Ayah, amal-amal di dunia akan berwujud kelak di akhirat,” kata Fatimah.
Malik bangun dari mimpinya dan berteriak, “Wahai Tuhanku, sudah saatnya wahai Rabbku. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas, ia mandi dan keluar untuk salat Subuh dan ingin segera bertobat.
Ia kaget ketika memasuki masjid sang imam tengah membaca ayat yang sama seperti yang dibaca oleh Fatimah. Sejak itulah, Malik memutuskan untuk tetap istiqamah berada di jalan-Nya. Keteguhannya beribadah dan mengabdikan diri untuk agama dan Sang Khaliq menjadi teladan abadi sekalipun ia telah wafat pada 130 H.
Kisah ketakwaan dan kesalehan Malik bin Dinar sangat mengabadi di kalangan salaf, terutama para pegiat tasawuf. Ia terkenal dengan zuhud dan kehati-hatiannya (wara’). Pemilik nama lengkap Abu Yahya Malik bin Dinar al-Mashri tersebut juga piawai dalam ilmu agama.
Beberapa ulama tabiin dan generasi berikutnya banyak belajar dari sosok yang berprofesi sebagai pencatat buku itu. Tetapi, siapa sangka Malik bin Dinar yang saat ini menjadi teladan ketaatan tersebut.
Kisah ini sungguh menginspirasi dan memotivasi Bu Kanjeng agar bisa mengambil ibrah dari kisah tersebut. Kesimpulannya hidayah bisa datang kapan saja dan dengan cara Allah yang begitu indah.
#Catatan hari Ramadan 2.Tahun 1442 H
#Istikamah Menulis.
#Disarikan dari kutbah Subuh dan berbagai sumber.
27 Comments
Luar biasa Bunda Kanjeng. Saya sampai meneteskan Air mata baca kisah inspiratif ini. Terima kasih oemaparannya. Semoga Allah menghapus dosa kita, aamiin.
ReplyDeleteAamiin YRA. Alhamdulillah masih bertemu Ramadan dan berbagi
DeleteKisah yang begitu menginspirasi, saya sangat tertegun dengan kisah Malik ini. Allah sangat bijak membuka hati seseorang untuk taat padanya. Sungguh ketika Allah SWT memilih kita dijalannya caranya begitu luar biasa, kita diuji dan dicobanya hingga kita sadar betapa kita membutuhkan Allah, semoga dari kisah ini memantik semangat untuk terus beribadah dan berbuat amal saleh. Terimakasih Bu Kanjeng telah membuat tulisan yang menginspirasi ini.
ReplyDeleteSama sama Bu Fitria
DeleteKisah yang sangat menginspirasi Bu ,menyadarkan kita bahwa ujian kita terima dengan sabar karena dibalik ujian tersembunyi hikmahnya
ReplyDeleteMari bermuhasabah
DeleteMasya Allah, pengalaman yang luar biasa. Subhanallah. Terimakasih ya bunda. 🙆🙇
ReplyDeleteKisah ulama Irak di zaman Tabiin
DeleteHidayah Allah, luar biasa...
ReplyDeleteBerbahagialah orang yang mendapatkan hidayah
DeleteMasya Allah, kisah yg sangat inspiratif, dg tulisan Bunda terasa enak dibaca..mantap👍👍
ReplyDeleteAlhamdulillah belajar istikamah menulis
DeleteMasya Allah, kisah yang luar biasa. Semoga mendapatkan pelajaran dari kisah ini.
ReplyDeleteInsyaallah banyak pelajaran yang kita dapat
Deletekisahnya mengharukan Bu Kanjeng, menjadi pelajaran berharga buat saya terutama, Terima kasih Bu sharing ceritanya, bisa jadi ide cerita untuk pesantren kilat anak anak disekolah
ReplyDeleteSilakan mangga kita bisa mendap4ide untuk tausiyah
DeleteBakal jadi buku ya, bunda.
ReplyDeleteInsyaallah kalau genap 30 artikel Bun
DeleteLuar biasa. Kisah yang bisa mendatangkan ibrah kepada pembacanya. Makaaih Bun..
ReplyDeleteSami sami Ambu. Gatur nuwun
DeleteKeren... Bunda Kanjeng, share pengalaman. Betul sekali apa yg ditulis. Alhamdulillah, Emak dapat ilmu dg berkunjung ke blog sahabatku di grup Lagerunal
ReplyDeleteAlhamdulillah saya pun sisp berkunjung balik
DeleteLuar biasa bunda. 👍👍.pada dasarnya setiap manusia diberi kesempatan utk mmperbaiki diri. Allah SWT Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
ReplyDeleteAllohuma aamiin YR
DeleteMasya Allah, kisah hamba Allah yang sholeh. Sekadar saran, Bu, untuk penulisan nama Allah, lebih bagus ditulis lengkap saja. Subhanahu Wa Ta'ala, jangan SWT. Ini sebagai bentuk adab kepada Allah sendiri.
ReplyDeleteTerima kasih Pak Rizky sarannya
DeleteKisah yang sangat inspiratif. Semoga kita juga bisa menggunakan kesempatan sebaik-baiknya untuk memperbaiki diri.
ReplyDelete