Oleh: Sri Sugiastuti
Malam pertama selalu memberi kesan nano- nano. Apalagi bila kita membayangkan malam pertama di alam kubur. Tetapi Bu Kanjeng tidak akan berkisah tentang yang di alam kubur. Jadi ikuti saja kisahnya. Yang jelas Bu Kanjeng baru pertama kali berada di BBGP Yogyakarta. Naif ya guru kawakan baru dapat kesempatan setelah pensiun. Itu pun karena Bu Kanjeng menjadi salah satu peserta kopdar RVL perdana, workshop kepenulisan dan peluncuran buku anggota RVL.
Cuaca di sore hari akhir bulan Oktober 2022 untuk Yogyakarta dan sekitarnya bisa dibilang ekstrem. Walaupun tanpa badai, suasana awan tebal dan hujan yang tiada jeda membuat suasana menjadi dingin- dingin empuk. Namun, apakah malam pertama ini akan dilewati begitu saja tanpa kesan dan kenangan? Oh No. Sudah ada undangan dari Bu Telly yang mengajak Bu Kanjeng ngopi bada isya di Kopi Gajah.
Malam itu Bu Kanjeng serasa bak orang penting. Pasalnya ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Dan terdengar suaranya dari luar. "Saya diminta menjemput ibu karena hujan, sudah ditunggu di wisma Delta."
"Pengertian dan baik hati sekali teman baru saya ini." Batin Bu Kanjeng berbisik.
Ya, mereka memang ada janji untuk menikmati malam di Yogyakarta dengan ngopi bareng. Rupanya hujan rintik dan dinginnya malam tak mengurangi semangat dua ulama (usia lanjut masih aktif) putri ini. Bu Telly dan Bu Kanjeng dengan dikawal driver andalan BBGP pun meluncur ke arah Kopi Gajah yang beralamat lengkap di jalan Gondangan 6, Nglaban, Sinduharjo, Kec. Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55581.
Hujan rintik membuat seseorang sigap memberikan bantuan sebuah payung besar ketika dua ulama putri itu turun dari mobil. Duh andai tak turun hujan, pasti berlari menuju spot keren untuk berselfie ria. Bu Kanjeng menahan diri. Cukup satu jepretan saja sudah bisa mewakili keberadaannya di Kopi Gajah. Sementara Bu Telly sangat bahagia berjumpa dengan Mas Janu dan Mas Timbul. Genap dua sejoli. Mas Gunawan sang driver cukup setia dan baik hati. Dia yang mentraktir Bu Telly dkk. Dengan catatan tas Bu Telly diserahkan ke Mas Gunawan. Dari dalam tas itu lah nota pembayaran diselesaikan.
Hujan enggan juga reda walaupun tidak terlalu deras. Suasana menjadi sangat cocok bila ngopi dan makan yang hangat-hangat. Pilihan kopi ada pada Americano dan menu beratnya ada nasi goreng, mie nyemek, dan sop tulang. Oke deal ya. Selang beberapa hidangan datang. Sementara menunggu hidangan datang, beberapa episode kisah warna warni berhasil disimak Bu Kanjeng.
" Dunia oh dunia, ternyata banyak rahasia yang belum terungkap selama ini." Kesimpulan Bu Kanjeng dari hasil ngobrol seperti itu.
Ada juga satu jawaban Bu Telly yang membuat Bu Kanjeng tergelitik.
"Ibu mau keterangan yang asli atau mau yang sudah beredar hasil dari rekayasa?" Ternyata oh ternyata benar adanya. Jangan pernah percaya seratus persen dari berita atau isue yang beredar di permukaan. Disini Bu Kanjeng merasa mendapat rezeki berupa pengetahuan yang selama ini belum didapat. Dan ia ingin belajar agar bisa lebih bijak agar tidak tergelincir ketika memaknai suatu peristiwa.
Sekarang Bu Kanjeng mau kembali menu yang sudah tersaji dan asyik menikmatinya. Tiba-tiba pelayan datang menginfokan bahwa sop tulang habis, bisa diganti dengan menu lain. Ada sop daging dan sop sum-sum.
Di balik payung besar dua ulama putri berlindung
"Ahay sop sum- sum pasti lezato..." Teriak hati Bu Kanjeng.
Terbayang suasana masih hujan rintik, makan nasi sop sum- sum. Sesi ngobrol berlanjut. Bu Telly, Bu Kanjeng, Mas Janu dan Mas Timbul asyik ngobrol. Kesempatan ini bagi Bu Kanjeng sebagai ajang Perkenalan dan silahturahmi. Sedangkan bagi Bu Telly menjadi even temu kangen sekaligus nostalgia. Maklum kebersamaan Bu Telly dan dua tamunya malam ini memang sangat akrab. Jadi begitu banyak kisah lama yang masih melekat dan tetap enak untuk dibahas. Lagi-lagi Bu Kanjeng dapat ilmu bagaimana suatu lembaga dikelola dengan baik, juga celah plus minusnya. Semua kembali ke manusianya. Apakah bisa memegang amanah atau tidak.
Tara.. pesanan Bu Kanjeng sudah datang. Namun, saat dilihat dari dekat rasanya Bu Kanjeng tak percaya. Pikirannya melambung saat ia jadi panitia qurban dan melihat tulang kaki sapi yang penuh sum-sum warna putih. Dan malam ini tulang dan sum-sum yang melekat, tersajl untuk dinikmati.
Bu Telly tegas menyampaikan bahwa dia tidak ikut bertanggung jawab untuk membantu mengeksekusi hidangan itu. Semua dikembalikan ke pemesan. Kali ini Bu Kanjeng merasa salah pilih menu. Di dalam benaknya, sum-sum sapi terhidang tanpa tulang. Kenyataannya Sop sum-sum itu jadi sensasi tersendiri saat disajikan bersama lutut sapi. Bu Kanjeng dengan tenang menikmati sop itu perlahan tapi pasti, sampai ada isyarat kapan dia harus berhenti. Akhirnya Bu Kanjeng dengan perasaan berdosa mohon maaf karena tidak bisa menyelesaikan menu yang dipesan sampai tandas.
Malam semakin dingin raga sudah ingin rebahan, sementara pikiran dan hati masih ingin berkelana, mencari sesuatu makna malam pertama di BBGP Yogyakarta pasca Pandemi bersama giat RVL.
Bersambung
11 Comments
Saya ngiler sama soto sum-sum nya bunda kanjeng
ReplyDeleteDan coklat hangat he
Semua sangat lezat. Melupakan diet sesaat
Deletejadi pengen...Bun...mau dong
ReplyDeleteSilahkan ke Kopi Gajah
DeleteKeren...berbagi cerita. Asyik tulang sum-sum kesukaan emak. Selamat beraktifitas di kota Yogya yg penuh kuliner
ReplyDeleteEmak juga suka ya. Alhamdulillah
DeleteTravelling amazing, mengukir kenangan tak terlupakan. Salam sehat bunda Kanjeng
ReplyDeleteTravelling kuliner ya bu... salam sehat bu kanjeng
ReplyDeleteGaya bahasa khas Bu Kanjeng. Cerita yang membuat liur menetes karena kepengin mencicip hidangan dan ingin ikut. Akan tetapi, apa daya. Gunung selalu sukar untuk dipeluk.
ReplyDeleteSoto sumsumnya membuat iri. Perlu dicoba kapan2. Sip markusip
ReplyDeleteMantap nih, pengalaman Bu Kanjeng yang luar biasa...
ReplyDelete