Bu Kanjeng dan Temu Penulis 2 KBMN di Yogyakarta

 Tempat salat jamaah putra masjid Suciati Saliman Yogyakarta.  Dok pribadi

Bu Kanjeng dan Temu Penulis 2 KBMN di Yogyakarta 

Oleh: Sri Sugiastuti 

"Percayalah, dengan berbagi kamu tidak akan kehilangan apa-apa. Bukannya sekarang kamu malah punya banyak saudara?"

Panitia Temu Penulis 2 KBMN di Yogyakarta punya satu agenda yang menurut Bu Kanjeng lumayan seru dan menarik. Di rundown acara hari pertama tertera ada acara bertukar kado minimal senilai 25 ribu rupiah. Hal ini mengingatkan Bu Kanjeng saat menjadi siswi SMP 45 tahun yang lalu. 

Temu Penulis 2 KBMN di Yogyakarta memang sangat berkesan dan  bermanfaat buat Bu Kanjeng dan komunitasnya. Dengan persiapan kurang lebih 3 bulan. Hanya dengan rapat zoom dan serba online kegiatan yang digelar selama 3 hari menjadi sangat satu acara yang tak terlupakan. Hampir semua peserta memiliki story istimewa dengan berbagai momen istimewa.

Bu Kanjeng yang datang lebih awal pun punya banyak rencana. Ada satu tujuan yang sudah diagendakan sebelumnya. Mengunjungi masjid Suciati Saliman di Yogyakarta masuk ke prioritas utama. Tidak heran bila di pagi hari sebelum acara Temu Penulis dibuka, Bu Kanjeng mencuri star dengan ngebolang lebih awal.

Scoppy hijau tosca, siap menjemput Bu Kanjeng di Asrama Haji Yogyakarta.  Ya ada Bu Kiki sahabat literasi Bu Kanjeng yang tinggal di Yogyakarta siap diajak ngebolang. 
Menyusuri Ring road Utara Yogyakarta yang tembus UGM membuat Bu Kanjeng takjub dengan perkembangan kota Yogyakarta yang luar biasa. Menjamurnya hotel, tempat kos, guest house, hingga tempat kuliner yang menyediakan makanan kekinian pun tersedia.

Bu Kanjeng dan Bu Kiki usai makan soto seger ala warung sederhana yang dilewati. Asupan gizi ini menjadi amunisi untuk ngebolang hari ini. Ya, scoppy melintas keramaian menuju pasar Bringharjo. Apa yang dicari Bu Kanjeng disana? Semua ada di pasar Bringharjo. Untung Bu Kanjeng tidak lapar mata. Begitu banyak barang dagangan yang sangat menggoda dan berbadrol murah. Apalagi ada iming-iming bila beli lebih dari satu harga bisa lebih murah.

Bu Kanjeng pun kepincut. 2 daster dan 1 rok batik panjang.  Rencana mau untuk siapa barang itu dibeli belum terkonsep di benak Bu Kanjeng. Begitu banyak dagangan yang membuat hati terpana dan ingin memiliki. Bu Kanjeng harus bisa menahan diri dan beranjak dari area itu. Kalau tidak dia bisa kalap menghabiskan isi dompetnya.

Bu Kanjeng bergerak ke arah timur pasar Bringharjo yang dipenuhi dengan aneka camilan lokal maupun yang didatangkan dari kota lain. Ada Bakpia, Gelak, Brem  Dodol, Wajik dan camilan khas sebagai oleh-oleh makan5khas dari Yogyakarta. 

Bu Kanjeng baru ingat kalau nanti malam dalam acara ramah tamah akan disisipkan acara icip- icip makanan daerah masing-masing peserta Temu Penulis. Artinya Bu Kanjeng harus menyiapkan kado juga makanan khas  dari  Yogyakarta. Pilihan jatuh pada sebuah daster dan Wajib yang akan dibawa di acara malam hari.
Blusukan di pasar Bringharjo berburu daster dan makanan khas daerah Yogyakarta. Dok Pri

Bu Kiki tak mau berlama-lama di Bringharjo. Agenda salat di masjid Suciati Salaman sudah dijadwalkan. Segera mereka menuju tempat parkir yang tidak terlalu jauh dari area pasar. Uang 2 ribu sudah diterima tukang parkir. Scoppy siap mengajar dua ibu yang punya niat meninggalkan jejak salat berjamaah di masjid Suciati Saliman.

Masjid Suciati Saliman ialah masjid megah bermodel Masjid Nabawi Madinah yang dibangun Suciati Saliman Riyanto Raharjo, seorang pengusaha sukses di Sleman. Be
Alamatnya ada di Jalan Gito Gati, Grojogan, Pandowoharjo, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman, DIY. Bu Kanjeng mengenal masjid ini pertama kali dari jamaah masjid Jogokaryan yang kebetulan duduk bersanding saat usai salat di masjid tersebut di zaman sebelum Pandemi  Covid-19. Kisahnya membuat Bu Kanjeng penasaran. 

Masjid Suciati Saliman dibangun di atas lahan 1.600 meter persegi pada tahun 2015  Masjid itu terdiri dari tiga lantai dan satu basement. Masjid bernuansa Timur Tengah ini berbalut arsitektur Jawa. Bu Kanjeng mengutip dari detik.com. "Impian saya bangun masjid sejak SMP, tapi saya baru bertekad kuat sejak umrah tahun 1995. Sejak itu saya mulai mengumpulkan uang. Saya melihat Masjid Nabawi dan ingin kelak masjid yang saya bangun menyerupai Masjid Nabawi," 
Kotak amal besar yang ada di lantai 3 bersantai marmer. Dok.Pri

Siapa Bunda Suciati yang punya obsesi membangun masjid megah itu? Ia seorang pengusaha sukses yang waktu masih SMP, tahun 1966, diberi saran orang tuanya untuk dagang ayam di Pasar Terban Jogja, karena belum ada pedagang ayam di sana. Waktu itu awalnya hanya jualan 5 ekor ayam kampung, dengan modal 175 rupiah.

Usaha itu berkembang dan memiliki Rumah Potong Ayam (RPA) modern bernama RPA Saliman dengan brand ayam 'SR'. Produknya telah bersertifikasi halal MUI dan mengantongi Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Bisnisnya terus berkembang dan tahun 2009 dia mendirikan RPA Suci Raharjo di Jombang, Jawa Timur. Total produksi dari 2 pabrik di Sleman dan Jombang pada 2018 mencapai sekitar 100 ton per hari. Seluruh karyawannya saat itu mencapai 1.300 orang.
Di bagian depan masjid Suciati Saliman yang sangat megah. Dok.Pri

Bu Kanjeng mengenang pemilik masjid negah itu sambil menahan haru. Akhirnya ia bisa salat di masjid yang sudah lama diinginkan. Allah izinkan ia dan bu Kiki salat dan mengekplore beberapa bagian masjid yang masih terawat dengan baik. Kegiatan Temu Penulis 2 KBMN di Yogyakarta menjadi perantara Bu Kanjeng untuk sampai ke masjid Suciati Saliman. Setelah merasa puas Bu Kanjeng pun meninggalkan lokasi masjid.
Bedug yang ada di serambi masjid terlihat gagah dan kuat dengan kaligrafi yang istimewa. Dok Pri

Berkeliling Yogyakarta bersama Bu Kiki sangat menyenangkan. Keramaian lalu lintas pun terlihat padat. Ini membuktikan bahwa Yogyakarta berkembang pesat. Tidak heran bila rumah hunian dan kos-kosan harganya melambung. Begitu juga akibat yang dirasakan. Kemacetan di saat liburan dan weekend terjadi dimana- mana. Padahal kegiatan Temu Penulis 2 KBMN dilaksanakan bukan pada hari Sabtu dan Ahad, tetapi efek liburan tahun ajaran baru masih berimbas.

Setelah melintasi banyak traffic Light akhir Bu Kanjeng dan Bu Kiki sampai di Asrama Haji Yogyakarta tempat kegiatan Temu Penulis digelar. Pekerjaan yang harus dilakukan buka belanjaan yang dibeli di pasar Bringharjo. Satu daster dibungkus untuk tukar kado. Wajik dan kue wijen untuk icip-icip makanan khas daerah. Saat membungkus kado yang berupa daster, di benak Bu Kanjeng  terlintas ingin  memiliki daster tersebut yang bisa dibeli lain kali.

Semua sudah beres. Sudah cantik dan siap menuju ruang dimana acara ramah tamah digelar. Kado dan makanan sudah disetor ke petugas seksi acara. Saatnya acara ramah tamah dibuka. Ternyata sebelum acara resmi dibuka, telah terjadi ajang berfoto ria disana sini. Sekelompok ibu- ibu penulis yang datang dari Bima NTT tampil beda. Dengan dress code warna hitam dan kerudung warna kuning kunyit mendominasi suasana terlihat menjadi semarak.

Mata Bu Kanjeng berkelana keseluruh ruang dengan penuh haru. Ternyata kerja keras panitia tidak lah sia-sia. Kehadiran peserta sudah memenuhi target yang diinginkan. Di sela acara ramah tamah selalu ada kesempatan untuk foto bersama. Rasa kangen bahagia dan penasaran yang terpendam selama ini pun sirna.

Bu Kanjeng tidak duduk tenang. Ia lebih sering mendarat mandiri keluar masuk mengawasi jalannya acara ramah tamah dan sesekali menemani omjay menyapa seluruh peserta.  Bu Ewi seksi acara cukup sibuk saat acara tukar kado berlangsung. Acara ini memang seru. Apalagi saat peserta harus membuka takaran kado yang diterima.

Bu Kanjeng pun penasaran dengan isi kadonya. Bersegera dibuka. Ups isinya sehelai kain batik berwarna hijau. "Wah orang Solo dapat batik." kata batin Bu Kanjeng. 

Tiba-tiba terdengar dari sudut ruangan.  
"Ibu saya boleh tukar kadonya?" ucap gadis cilik putri salah satu peserta dari Bima. Rupanya ia menginginkan kain batik hijau milik Bu Kanjeng.  Saat Bu Kanjeng memberikan kain batik itu, si gadis kecil menyodorkan penggantinya. Sebuah daster warna salem yang dibungkus Bu Kanjeng tadi sore di kamar. "Ya Allah ternyata daster itu takdirnya ada padaku." katanya lirih.

Acara malam itu semakin seru saat peserta Temu Penulis bersama-sama menikmati makanan khas daerah yang disediakan oleh peserta dari kampung halaman masing- masing. Penasaran? Silakan membayangkan dan berselancar di mbah google berapa banyak makanan khas nusantara yang kita miliki. Pasti bangga ya menjadi orang Indonesia. 

Surakarta Hadiningrat,  26 Juli 2023

.

Post a Comment

13 Comments

  1. Replies
    1. Yang lain ke Prambanan. Saya ke Masjid yang saya idam- idamkan

      Delete
  2. Keren bunda kanjeng. Jogja memang istimewa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah bisa buat satu story di Yogyakarta.

      Delete
  3. Masyaallah...pengalaman yg luar biasa lengkap dan menyenangkan, maaf bunda Kanjeng tdk bisa membersamai bersamaan.... Jogja mmg istimewahhhh..memanjakan siapa saja yg berkunjung🥰🥰🥰

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, saya tunggu kehadirannya. Ternyata sibuk pol ya

      Delete
  4. Wah baru kali ini saya membaca tulisan bu kanjeng, luar biasa gaya menulisnya renyah, enak dibaca bahkan mini salah ketik atau tipo kayaknya cuma menemukan satu kata saja yang salah. Sampi penulisan nama kota nama orang pas tanda bacanya meskipun usia tidak lagi muda.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semangat belajar hingga ajal menjemput. Mari menulis.

      Delete