Benarkah Anak sebagai Titipan.

      Foto dok.pri. Pantai Tanjung Waka. Kepulauan Sula. Maluku Utara.

Benarkah Anak sebagai Titipan.

Oleh: Sri Sugiastuti 

"Anak-anak itu amanah, hanya boleh dididik sesuai keinginan yang menitipkan, bukan sesuai hawa nafsu kita."

Acin yang selalu ibu peluk dalam doa.
Hari Jumat kali ini giat ibumu padat banget. Anehnya ibu tidak merasa lelah  atau merasa kejar tayang.  Sejak jelang salat tahajud hingga ibu menulis catatan ini,  rasanya ringan dan ingin menceritakan semuanya kepadamu.

Sebenarnya saat mau berangkat ke sekolah ada hal yang membuat ibu badmood. Biasalah Bapakmu dengan proposal yang tidak jelas. Walaupun pada akhirnya ibu menyesal.  Tau ngga mengapa ibu menyesal dan menangis tersedu, meminta maaf kepada bapakmu? Karena ibu baru dapat ilmunya saat kajian Fikih bada magrib hingga salat isya.

Seperti biasa masjid Al Fath dekat rumah mengadakan Jumat Subuh barokah. Ibu bertahan hingga tiba saat salat syuhruf. Setelah itu ada ritual rutin lainnya. Membuat jus  dan menjemur baju yang baru keluar dari mesin cuci. Ibu juga harus ke sekolah karena sudah janjian sama calon guru penggerak yang mau mengadakan wawancara tentang etika moral dan harus direkam. Alhamdulillah cukup 15 menit saja.

Hari ini juga ada kajian Riyadus Sholihin di rumah Tante Anik. Temanya juga bagus dan sudah ibu catat. Tentang ibadah yang istikamah dan pentingnya evolusi diri. Tetapi yang paling penting untuk dicermati dan diamalkan ya tentang "Anak sebagai Titipan". Kajian Fikih ini menjadi menarik karena ibu dan bapak merasa perlu dengan ilmu yang disampaikan.

Dalam tradisi fiqh Islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al-wadi'ah. Al-wadi'ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.

Pak Dr. Rial yang mengisi kajian ini menjelaskan dalam teori ini ada beberapa prinsip yang harus dipahami. 
 
1. Seseorang yang menerima titipan adalah orang yg dipercaya oleh yang memiliki barang tersehut. Begitu juga etika dititipi anak oleh Allah. Artinya mereka itu pilihan Allah sebagai orang yang dianggap mampu. Biasanya si pemilik ketika menitipkan, punya SOP yang harus dipahami. Misalnya bagaimana merawatnya, perlakuannya, makanannya. Bila titipan itu berupa anak ya harus diberi nama yang baik, dibentuk agar memiliki akhlak yang baik, kenalkan dengan Alquran dan Assunnah, juga pendidikan agar sukses dunia akhirat. 

2. Harus dirawat sesuai pesanan. yang memberi titipan yaitu Allah.

Ajarkan dasar Agama, ajarkan tauhid, Bertutur kata yang lembut,  Bacakan kisah nabi, ajarkan bersedekah, ajarkan hidup sederhana, jugavadab yang baik. Maka di dalam firmannya "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, “hai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah,a sesungguhnya kesyirikan merupakan kezaliman yang besar (QS. Al-Luqman: 13).

3. Dalam melaksanakan apa yang dipesankan harus dipertanggungjawabkan. Harus sesuai dengan keinginan  pemilik. Jadi saat mendapat titipan dari Allah berupa anak ya  harus bersungguh-sungguh. Bila sudah berusaha sesuai SOP tetapi luput. Maka tanggung jawab lepas. Allah yang akan mengurus seperti anak dan istri nabi Nuh. 

4. Allah sebagai pemilik dan menitipkan kapan saja boleh  mengambilnya, sesuai yang 
inginkan. Jadi jangan sedih, galau, resah dan merasa kehilangan saat titipan itu diambil yang punya.Prins

5. Prinsip yang lain yaitu yang menanggung biaya perawatan dan kelangsungan hidup Anak pun yang  menitipkan yaitu Allah. Jadi intinya jangan resah dan khawatir akan rezeki anak. Allah Maha kaya, Dia yang bertanggungjawab. Begitu juga dengan perilaku Anak yang sudah dididik dan dirawat dengan baik. Ketika mereka belum bisa seperti yang diharapkan tidak perlu risau. Allah yang akan menegurnya.

6. Ingat lah Ketika kita menjaga titipan atau merawat Anak dengan baik, sang pemilik yaitu Allah akan memberi reward, bonus, ucapan terima kasih berupa ketenangan dan rezeki lain dalam hal yang tak terduga baik itu di dunia maupun di akhirat. 

Acin yang selalu menjadi tempat ibu berbagi, ibu berharap kau  bisa mengambil hikmah dari apa yang ibu rasakan. Begitu juga dengan pesan yang ibu sampaikan.

Bila sudah paham bahwa anak itu titipan Allah. Orang tua tidak boleh menuntut pada anak. Apalagi mengungkit dengan apa yang sudah diberikan. Orang tua hanya berdoa dan berdoa. Biar tangan Allah yang bekerja. Begitu juga dengan pasangan. Ketika kita mencintainya karena Allah, maka tidak meminta balasan darinya. Hanya  berharap pada rida Allah saja.

Acin ...yang ibu sayangi, di penutup kajian fikih kali ini ada yang harus ibu garisbawahi yaitu masalah sedekah. Kadang ibu lupa bahwa sedekah yang terbaik itu ya untuk keluarga. Awalnya ibu anggap memenuhi hak anak dan pasangan itu kewajiban ternyata itu bagian dari sedekah. Membuat senang keluarga, membahagiakannya itu bagian sedekah yang insyaallah ada reward dari Allah baik di dunia maupun di akhirat. Rasanya ibu perlu banyak intropeksi. Dan yang terpenting mengubah mindset ini.  "Yakini bahwa anak itu titipan" Ibu dan bapak tidak punya hak apa-apa terhadap kalian. Semua harus diserahkan kepada yang memberi titipan. Allah SWT.

Ibu jadi ingat dengan teman Ibu yang bangga banget bisa sedekah kemana- mana, mentraktir teman dan komunitasnya, tetapi dzalim alias pelit dengan keluarganya. Semoga ibu tidak tertular virus itu ya.

Surakarta Hadiningrat,  23 September 2023.

Post a Comment

6 Comments

  1. Mantab Bu Kanjeng..sebagai pembelajaran untuk saya sbg ortu, saya kadang mengungkit apa yg sdh saya berikan kepada anak2..terimakasih Bunda Kanjeng sudah di ingatkan, sebagai refleksi diri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kembali kasih . Memang kita harus banyak belajar. Ternyata apa yang kita lakukan ada yang kurang pas.

      Delete
  2. Mantul tulisannya Bu Kanjeng....
    Jadi terhibur...manakala ingat betapa sulitnya menjaga titipan Allah yg satu ini...Matur nuwun Bu Kanjeng..

    ReplyDelete