Sepenggal Malam di Semarang


Oleh: Sri Sugiastuti 

Acin...  buah hatiku, yang selalu kupeluk dalam doa.
Ibu masih asyik melanjutkan catatan  sepenggal hari saat ibu bersama komunitas Senam Jantung Sehat dan Komunitas Renang Ceria yang traveling Solo-Semarang by Banyu Biru Train. Jadi setelah dari Lawang Sewu masih ada beberapa destinasi. Kota Lama, pusat oleh-oleh Kampung Semarang dan makan malam di Tuntang sebelum masuk Salatiga.

Acin... ibumu lahir di Semarang. Kota ini punya banyak kenangan. Kita punya  banyak famili di Semarang. Ibu jadi teringat cerita Mbah Putrimu tentang  masa kecil  ibu. Juga kisah cintanya.Mbah Putrimu bekerja di RS. Dokter Karyadi, sebagai seorang perawat. Pertemuan Mbah Kakung dan Mbah Putri juga di RS itu. Menurut cerita yang ibu dengar, saat itu ada keponakan Mbah Kakung yang sedang dirawat di RS. Jadi semacam Perawat yang bertemu jodoh dengan penunggu pasien yang sedang dirawat. Setelah menikah tinggal di rumah kontrakan. Nah bayi mungil dan keluarga kecil itu akhirnya pindah ke Jakarta.

Kembali ke suasana Kota Lama di malam hari ya. Ibu sudah pernah ibu nikmati bersama mom Ida, mamanya si Ivan temanmu. Malah sempat foto di titik nol Semarang. Sebenarnya bisa saja ibu menikmati sepenggal malam di Kota Lama. Tetapi ketua rombongan memberi waktu sangat terbatas, cukup untuk berfoto ria. Ini bagian dari plus minus bila kita bepergian dengan rombongan.  Kita harus patuh dan toleransi dengan aturan yang kita sepakati.
                               Suasana jelang malam di Semarang  ( Doc Pri)

Jadi ibu putuskan duduk manis di  bus sambil menikmati milo hangat yang disediakan di bus. Memori ibu melambung. Ibu teringat saat menikmati kebersamaan ibu di kota Lama bersama  mom Ida di malam hari, menikmati gedung kuno bergaya Eropa peninggalan Belanda. Bila ditelusuri dan diamati dengan seksama, ternyata sebagian bangunan tersebut masih berfungsi sebagai kantor. 

Misalnya gedung Keuangan PAPAK dulunya merupakan Gedung Balai Kota. Bank Mandiri KC Mpu Tantular dulunya merupakan gedung Societiet De Harmonie. Ada pula Gereja Blenduk yang dibangun pada abad ke 18, dan masih berfungsi hingga saat ini. Jembatan Mberok yang dibangun pada abad ke 17, juga masih kokoh hingga saat ini. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Sejak zaman dulu kawasan Kota Lama Semarang menjadi salah satu pusat perdagangan di Indonesia. Kota Lama Semarang menjadi sebuah saksi sejarah akan peradaban yang terjadi beberapa waktu silam. Sama halnya dengan Kota Tua di Jakarta, Kota Lama Semarang pun memiliki beberapa bangunan kokoh khas Eropa dan hingga saat ini masih digunakan.

Kota Lama Semarang dulunya sering disebut Outstadt. Di sekitar kawasan Kota Lama terdapat jalan-jalan yang saat itu berfungsi untuk mempercepat jalur perhubungan antar ketiga pintu gerbang. Jalan utamanya bernama Heeren Straat yang saat ini bernama Jl. Letjen. Suprapto.

Ada rasa bangga, dengan keberadaan gedung kuno yang ada di sekitar kota Lama, artinya sejak dulu sebenarnya sudah maju, sayang dalam cengkraman penjajah. Kita mendapat tugas untuk menjaga dan melestarikannya.

Acin..sepertinya setiap berwisata pasti ada tempat singgah untuk membeli oleh-oleh. Nah kali ini ibu dan rombongan masuk ke pusat oleh-oleh Kampung Semarang.  Wah tempatnya luas dan nyaman. Yang dijual juga lengkap.  Hampir semua makanan khas Jawa tersedia disana. Pastinya membuat pengunjung gelap mata untuk belanja.  Ibu harus bijaksana.  Anggaran  ngga boleh lebih dari 100 ribu. Tau ngga, apa yang ibu beli? Ya apa yang jadi makanan Bapakmu. Makanan yang  dianggap khas Semarang dan sekitarnya lumayan banyak. Apalagi Semarang ibu kota Jawa Tengah  pastinya aneka makanan atau jajanan khas Jawa Tengah ada di pusat oleh-oleh Kampung Semarang.
            Bagian dari Kampung Semarang yang terlihat sangat nyaman dan membuat orang betah 

Tahu bakso, bandeng presto dan lumpia jadi andalan sebagai oleh-oleh khas Semarang. Ada juga wingko babat dan jenis makanan lain. Hampir semua makanan yang ada di Jawa Tengah terwakili, di pusat oleh-oleh Kampung Semarang.  Bapakmu, akhirnya ibu belikan Carica khas Wonosobo, Jenang Kudus, Moci dan Wingko Babat. Anggaran 100 ribu rupiah hanya sisa seribu rupiah.

Menurut ibu penyajian jenis makanan yang dijual di Kampung Semarang,  tertata rapih. Pelayannya juga ramah. Sangat cocok untuk wisatawan dan rombongan yang membutuhkan aneka oleh-oleh khas Indonesia, dari mulai terasi hingga abon. Pokoknya lengkap. Dari makanan yang berbahan nabati maupun hewani khas Nusantara.

Acin...Ibu sudah selesai belanja oleh-oleh sesuai anggaran dan yang bisa menyenangkan hati bapakmu. Ternyata giat healing ini tidak sesuai dengan rundown acara. Harus pukul 20.00 sudah sampai Solo, kenyataannya ini masih di Semarang,  artinya akan ada kuliner makan malam di luar tanggungan panitia. Kelihatannya sederhana tetapi tidak semua peserta siap. Mungkin uang mereka punya, tetapi bisa saja kecewa bila tidak sesuai dengan harapan.

Sementara Ibu menyikapi situasi seperti ini enjoy saja. Ada  makanan khas yang ibu incar untuk menu makan malam kali ini. Bus rombongan masuk area Rumah Makan Mbak Mar dan pusat oleh-oleh di daerah Tuntang arah menuju Salatiga, yang terpadu dengan pondok  pesantren. Tempatnya lumayan luas, makanannya lengkap. Menu ikan, sayur dan aneka lauk-pauk sepertinya sangat menyelera. Terbayang terhidang soto hangat yang segar. Ternyata menu tersebut habis. 

Pilihan akhirnya tertuju pada nasi, oseng daun pepaya, sate paru yang ukurannya lumayan besar. Ehh..ada telur ceplok putih Orange yang melambai, dan akhirnya berpindah ke piring. Yes tercatat di  kertas teh manis, nasi sayur dan dua jenis lauk. Tidak butuh waktu lama untuk menyantapnya. Sementara teman-teman ibu, ada yang ambil menu praktis pop mie, atau nasi sayur dengan tahu bacem. Menikmati apa yang sudah  menjadi pilihannya.

Usai makan, saatnya ke kasir membayar apa yang sudah dimakan berdasarkan secarik kertas yang diberikan mas Santri/ pelayan yang mencatat makanan yang ibu makan. Saat ibu sodorkan ke kasir dan dihitung.  Ternyata mesin hitung mungkin rusak ya! Mahal banget. Ternyata semua yang habis bayar ke kasir terkaget- kaget. Ada rasa kecewa dan bertanya- tanya, kok bisa ya? Buat harga seenaknya udelnya aja? Apa karena sudah malam atau aji mumpung? Perasaan ibu yang nano-nano itu ibu alihkan dengan melihat papan nama besar yang bertuliskan nama Pondok pesantren tersebut. "Oh aman, sebagian keuntungan mungkin masuk juga untuk kelangsungan pondok pesantren itu.

Sudah ya Cin...tulisan ibu akhiri dulu, khawatir semakin baper.

Ambarawa, 6 September 2023


Post a Comment

1 Comments

  1. Acin, sudahi dulu tulisan ibu yang super hebring ini. Reportase keren pisan Bun! Trimakasih, menginspirasi sekaligus informatif!

    ReplyDelete